Ajaran Hindu Tentang Ketuhanan



Ajaran Hindu Dharma tentang Ketuhanan


Dosen Pengampu :
 Siti Nadroh, MA



Kelompok 2
Nurotun Aeni
M. Furqon
Shakeel A



A.    Ajaran Hindu Dharma tentang Ketuhanan

a.      Konsep Tuhan/Dewa
Untuk pertama kali difinisi tentang  Tuhan dijumpai dalam kitab Brahma Artinya :(Brahman adalah yang maha tahu dan penyebab yang mahakuasa) dari mana munculnya asal mula dan lain-lain, (yaitu pemeliharaan dan peleburan) dari (dunia ini).
            Kitab suci memberi batasan lain tentang  Brahman, yang menggambarkan sifat-Nya yang sejati : “Kebenaran, Pengetahuan, Yang Tak Terbatas adalah Brahman”.
            Ajaran Ketuhanan (theology) dalam agama Hindu disebut Brahma Widyā. Dalam Brahma Widyā dibahas tentang Tuhan Yang Maha Esa, ciptaanNya, termasuk manusia dan alam semesta. Sumber ajaran Brahma Widyā ini adalah kitab suci Veda.
Di Dalam Veda, istilah Tuhan Yang maha Esa disebut Deva, disamping itu disebut “Tat” (Itu) atau “Sat” (kebenaran mutlak). Kata Deva mengandung dua pengertian; yaitu Deva sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan deva sebagai mahluk tertinggi ciptaan-Nya (Rgveda X.129.6) dengan berbagai tingkatannya. Veda mewakili berbagai-bagai fase perkembangan pemikiran keagamaan. Padanya terdapat perwujudan tanda-tanda Polytheisme yang diorganisir, Henotheisme, Monotheisme dan Monisme.
 Dewa Dalam Agama Hindu dipercaya terdapat 33 Dewa, hal tersebut dijelaskan dalam Reg. Weda. Yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya ke 33 dewa tersebut dibedakan menurut tempat dan tugasnya masing-masing seperti tertuang dalam Rg. Weda.I. 139.11 yang berbunyi:
Wahai para dewa (33 dewa): 11 di sorga, 11 di bumi, 11 berada di langit, semoga engkau bersuka cita dengan persembahan suci ini.

monotheisme transendent dan immanent
             Para dewa itu dipandang sebagai penjelmaan dari Brahman. Hal ini terungkap dalam kitab Taittiriya Upanisad yang menyatakan bahwa dewa Mitra, Varuna, Aryaman, Indra, Brihaspati, Wisnu, adalah Brahman yang kelihatan. Jadi sebenarnya hanya satu dewa, yaitu Brahman, sedangkan yang lain-lainnya adalah penjelmaan dewa yang satu itu pula.
            Dalam kitab Katha Upanisad Brahman bukan dipandang sebagai tokoh dewa, melainkan sebagai asas pertama, sebagai asal segala sesuatu yang meliputi segalanya.[1]
            Sesungguhnya Brahman itu tidak dapat dikatakan bagaimana. Dalam Brhad-aranyaka Upanisad III.8.8-9, tentang jawaban Yājňavalkya atas pertanyaan Gārgī dinyatakan bahwa :
          “Yang mengerti Brahman menyebutnya yang Kekal. Dia tidaklah kasar, bukan pula halus, tidak pendek tidak pula panjang, tidak bersinar merah (seperti api) tidak pula menempel (seperti air). Dia bukanlah bayangan ataupun kegelapan,bukan pula udara atau angkasa, yanpa ikatan, tanpa rasa, tanpa bau, tanpa mata , tanpa telinga, tanpa suara, tanpa pikiran, tanpagemerlapan, tanpa nafas,tanpa mulut, tanpa ukuran, tiada apapun di dalam dan di luar-Nya. Dia tidak memakan apapun dan tiada apapun bisa memakan-Nya. Sesungguhnya atas perintah yang kekal itu, matahari dan bulan berada pada kedudukannya masing-masing,…”.

            Maksud uraian di atas tidak lain menyatakan bahwa Brahman bukan substansi dan tidak memiliki sifat-sifat. Walaupun demikian, secara positif Brahman dapat dinyatakan dengan ungkapan sat-cit ananda. Kata sat berarti ada atau keberadaan. Jika Brahman disebut sat berarti bahwa hanya Brahman-lah yang memiliki keberadaan, Ia-lah satu-satunya yang ada, yang harus dibedakan dengan segala yang lain dari pada-Nya, yang tidak memiliki ada atau keberadaan.
            Kata cit berarti kesadaran yang menunjuk kepada sifat Brahman yang rohani. Brahman yang satu-satunya memiliki ada itu adalah Brahman yang sadar, bukan yang mati, yang bersifat rohani bukan bendani. Ananda artinya bahagia, yang menunjuk kepada sifat Brahman yang meliputi segala sesuatu dan mempersatukan segalanya yang hanya terdiri dari kebahagiaan saja. Ungkapan sat-cit-ananda menunjukkan bahwa Brahmanlah satu-satunya realitas rohani yang bersifat mutlak, tetapi juga meliputi segala sesuatu yang ada, yang sadar atau yang bersifat rohani, sehingga segala sesuatu yang memiliki kedua sifat itu harus dialirkan ke luar dari pada-Nya.
            Dalam Taittiriya Upanisad II.1.1. dinyatakan yang muncul pertama dari Brahman (Atman) adalah angkasa, dari angkasa udara, dari udara api, dari api air, dari air tanah, dari tanah pohon obat-obatan, dari pohon obat-obatan makanan, dari makanan oknum. Demikianlah segala sesuatu muncul dari pada Brahman . Oleh karena itu segala sesuatu datang dari Brahman, maka segala sesuatu pada hakekatnya adalah Brahman.
            Sweta Swatara Upanisad mempertegas tentang kedudukan Tuhan sebagai berikut “ya eko jālavān īśata īśanībhih sarvān lokān īśata īśanībhih, ya evaika udbhave ca, ya etad vidur amrtās te bhavanti”.[2]
         Artinya :
            “Dia Diri Yang Maha Agung, yang di alam semesta ini menjadi satu-satunya Penguasa Alam Semesta, yang memiliki kemampuan mencipta, yang menguasai Alam Semesta dengan kekuasaan-Nya yang amat besar, dengan kemampuan Maya-Nya itu telah mencipta dan mengatur muncul dan lenyapnya segala sesuatu di Alam Semesta ini. Siapa yang telah dapat menyadari dan menghayati Kasunyataan ini, Dia menjadi bersifat abadi”
            Upanisad menyatakan bahwa Tuhan pada hakekatnya Esa, sumber segala sesuatu yang ada di Alam Semesta dan menjadi tempat kembalinya segala sesuatu. Beliau Pencipta, Pengatur sekaligus sebagai Pemralina segala sesuatu yang ada di Alam Semesta ini. Dalam pernyataan tersebut terdapat konsep Ketuhanan yang bersifat monotheisme transendent dan immanent. Dan sebuah kalimat dalam Brhadāranyaka Upanisad  menyatakan : “Sarwam Khalvidam Brahman”  ‘Segalanya adalah Tuhan Yang maha Esa’. Konsep ini mengandung paham Monisme. Keyakinan terhadap adanya Keesaan Tuhan yang merupakan hakekat alam semesta. Esa dalam segala. Segalanya berada di dalam yang Esa.
            Mahānirwāna Tantra adalah Tantra Shastra yang merupakan bentuk Shastra Hindu yang masih kurang dikenal, karena ajaran-ajarannya memang sulit, dan diperlukan tingkat evolusi berpikir  untuk bisa menyerap dan memahaminya. Selain itu juga karena arti terhadap beberapa istilah serta metode yang dilaksanakan terus dijaga kerahasiannya oleh para penganutnya. Tantra Shastra dikatakan sebagian ilmu pengetahuan spiritual untuk periode Kaliyuga sekarang (Avalon’s, 1997 : v), disebutkan sebagai berikut :
         Siwa telah bersabda: “untuk menyempurnakan manusia di zaman Kaliyuga, pada ketika manusia menjadi sangat lemah dan hidupnya hanya tergantung kepada makanan-makanan saja, maka O Dewi dirumuskanlah ajaran-ajaran daripada kaula” (Bab IX, bait 12 Mhn. T.).

            Mahānirwāna Tantra menguraikan mengenai Siwa dan sakti demikian : “Eksistensi kekal, yang tidak bisa dipecah belah itu, yang kesadaran-Nya melampaui batas tūriya dan mengatasi semua keadaan yang lain, itulah absolute yang tak berciri, Brahman  yang Agung atau Parabrahman. Dia terbebas (nishkala) dari pengaruh Prakriti atau terbebas dari ciri-ciri Prakriti (nirguna), Dia-lah Pribadi di dalam, subjek dari yang mengetahui, karena itu, tidak pernah Dia itu menjadi objek pengetahuan.Dia itu tanpa nama, maka Brahman itu disebut Tat (Itu), dan kemudian Tat Sat (Itu Yang Ada). Matahari, bulan, bintang-bintang, dan semua yang kelihatan itu, apakah semuanya selain sekedar sekilas cahaya yang tertangkap dari Tat itu? Brahman meliputi keduanya niskala dan sakala (Avalon’s, 1997 : 3).
            Menurut Mahānirwāna Tantra, pada mula-mulanya adalah satu yaitu Nishkala Brahman saja yang ada. Yang satu itu berkehendak, dan menjadi banyak. Aham bahu syam  “Menjadilah Aku ini banyak”. Dia mewujudkan diri dalam bentuk para dewa dan dewi, dan juga berada di dalam pemuja sendiri. Perwujudannya itu ialah perwujudan alam semesta raya, termasuk segalanya yang berada di dalamnya. Di sini Tuhan Yang Maha Esa digambarkan dengan perwujudan immanent dan transcendent.

Untuk memahami lebih jauh tentang simbol-simbol dalam agama Hindu, terlebih dahulu diuraikan tentang hakekat ketuhanan dalam  agama Hindu. Maka yang menjadi sumber adalah kitab suci Veda, yang merupakan himpunan firman Tuhan Yang Maha Esa atau wahyu-Nya yang diterima oleh para maha rsi dimasa silam.
Bila kita mengkaji kitab suci Veda maupun praktek keagamaan di India dan Indonesia (Bali) maka Tuhan Yang Maha Esa disebut dengan berbagai nama. Berbagai wujud digambarkan untuk Yang Maha Esa itu. Walaupun Tuhan Yang Maha Esa tidak berwujud dalam pengertian materi maupun dalam jangkauan pikiran manusia, dan didalam bahasa Sanskerta disebut Acinty arupayan gartinya: tidak berwujud dalam alam pikiran manusia.
Bila Tuhan Yang Maha Esa tidak berwujud, muncul pertanyaan mengapa  dalam sistem pemujaan umat Hindu membuat bangunan suci, arca, pratima, pralinga, mempersembahkan busana, sesajen dan lain-lain. Bukankah semua wujud itu ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa  yang berwujud dalam pikiran manusia?
Sebelum itu mari kita bahas definisi atau pengertian tentang Tuhan Yang  Maha Esa yang dikemukakan oleh Maha rsi Vyasa yang dikenal juga sebagai Badarayana dalam karyanya :Brahmasutra, Vedanta sastra yang didalamnya menyebutkan dalam terjemahan sebagai berikut: Brahman adalah asal muasal dari alam semesta dan segala isinya. Jadi menurut Brahmasutra bahwa Tuhan Yang Maha Esa disebut Brahman, hal ini juga sesuai dalam bunyi mantram pada Purusa Sukta Rgveda yang berbunyi (dalamterjemahan) :[3]
“Tuhan sebagai wujud kesadaran agung  merupakan asal dari segala yang telah dan yang akan ada. Dia adalah Raja dialam  yang abadi dan  juga bumi ini yang hidup dan berkembang.”
Uraian diatas adalah salah satu dari banyaknya bunyi-bunyian mantram tentang Tuhan yang menegaskan bahwa kitab suci Veda dan termasuk kitab-kitab Vedanta(Upanisad) adalah sumber yang paling diakui otoritasnya dalam menjelaskan tentang Brahman(TuhanYangMahaEsa).

b. Hyang Widhi, Biarkan Yang Berwujud dan Yang Tidak Berwujud
Bila kita mengaji tentang Biarka (Tuhan Yang Maha Esa) didalam kitab suci dan kitab-kitabVedanta, maka kita menentukan 2 pandangan yang berbeda tentang Bagian,  yakni sebagai yang berwujud,  seperti wujud para dewa didalam Veda dan Tuhan yang tak berwujud, seperti di jelaskan dalam kitab-kitab Veda nya (Upanisad). Berdasarkan penjelasan dalam kitab Bahwa Sutra diatas, bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah yang menjadikan alamsemesta dan segala yang terdapat didalam ya. Kini timbul pertanyaan apakah Sang Hyang Widhi sama dengan Brahman atau Brahma?
Berdasarkan tinjauan etimologis maupun leksika. Kata Widhi beras dari urat kata di (Vi + dha) yang artinya, sebuah aturan, peraturan atau kekuasaan, rumus, perintah, keputusan, orientasi (peraturan setempat), undang-undang, ajaran, hukum, petunjuk. Didalam Maha Barat dan kita-kitab Karya lainnya Vidhi disebut sebagai sang pencipta (creator), juga pacarnya. Vidhi adalah salah satu nama dari Bahwa sebagai pencipta atau penguasa hukum. Vidhi juga berarti hukum atau pengendali dan lain-lain. Didalam kitab-kitab Purna, Vidhi adalah nama lain dari Brahma seperti disebutkan diatas. Dengan demikian Sang Hyang Widhi adalah Tuhan sebagai Pencipta alam semesta.[4]
Sedangkan kata Brahman yang berarti yang tumbuh, berkembang, berevolusi, yang bertambah besar, yang meluap dari dari-Nya, dan sejenisnya. Ciptaa-Nya muncul dari dari-Nya,  seperti halnya Veda yang muncul dari nafas-Nya. Kemahakuasaan Hyang Brahman sebagai pencipta jagat raya didukung oleh sakti-Nya yang disebut Sarasvati,  dewi pengetahuan dan kebijaksanaan yang memberikan inspirasi untuk kebajikan umat manusia. Bila disebut sebagai Brahma, maka Ia adalah manifestasi utama Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta, dengan demikian Brahma saat ini adalah Tuhan Yang Berperilaku (Personal God. Dengan demikian Hyang Widhi adalah Brahman Tuhan yang tidak berwujud dalam alam pikiran manusia (impersonal God). Sedang disebut Brahma, ketika Ia telah mengambil wujud (Personal God)  dalam menciptakan alam semesta beserta segala isinya.
Pada orang-orang Hindu bilanganTuhan-Tuhan amatlah besar. Bagi mereka tiap-tiap kekuatan mutlak, masing-masing dapat memberi faedah atau membahayakan, seperti api, air, sungai-sungai dan gunung-gunung. Dialah Tuhan yang diharapkan pertolongannya pada masa kesulitan.
Benar bahwa Hindnisme tidak bergantung hanya pada sebuah kitab suci tunggal seperti yang dilakukan agama besar didunia ini.  Namun,  keseluruhan tubuh dari kerusakan filosofis menerima kita-kitab Upanisad  dan Bhagavad dengannya.  Oleh karena itu,  setiap konsep tentang Tuhan yang didasarkan pada kitab-kitab ini disebut baik hampir semua sektor Hindunisme.
Sementara mengambil konsep tentang Tuhan, kiranya wajar bagi manusia untuk mengawali ya dari dunia tempat ia tinggal dan bergerak.  Karena itu, jika dipandang dari sudut pandang ini, Tuhan dalam Hindunisme adalah sang pencipta.  Namun, Dia menciptakan segenap alam semesta dan dunia ini bukan dari ketiadaan yang tak logis,  tetapi berasal dari Diri-Nya sendiri.  Setelah menciptakan,  Dia memelihara ya dengan kekuasaan-Nya,  mengatur seluruhnya bagaikan seorang kaisar maha-kuasa,  membagi keadilan sebagai ganjaran dan hukuman, sesuai dengan perbuatan masing-masing individu dan makhluk-makhluk yang ada.  Pada akhir dari satu siklus penciptaan Hindunisme mendukung teori siklus penciptaan-Dia menyerap segenap tatanan dunia kedalaman Diri-Nya.[5]
Kitab suci Hindu demikian lancar dalam melukiskan sifat-sifat Tuhan.Dia Adalah Maha-mengetahui dan Maha-kuasa. Dia merupakan perwujudan keadilan,  kasih sayang dan keindahan. Dalamkenyataannya,  Dia merupakan perwujudan dari semalam kualitas terdekat yang senantiasa dapat dipahami manusia.  Dia senantiasa siap mencurahkan anugerah,  kasih dan berkah-Nya pada ciptaan-Nya. Dengan kata lain, tujuan utama penciptaan dunia semesta ini adalah untuk mencurahkan berkah-Nya pada makhluk-makhluk, membimbing ya secara bertahap dari keadaan yang kurang sempurna menuju keadaan yang lebih sempurna.Dengan mudah Dia dimenangkan dengan doa dan permohonan dari para pemuja-Nya. Namun, tanggapan-Nya pada doa ini dituntut oleh prinsip yang hendaknya tidak bertentangan dengan hukum komisi yang berkenaan dengan  kesejahteraan umum dunia dan hukum karma yang berkaitan dengan kesejahteraan pribadi-pribadi khususnya.
Konsep Tuhan Hindu memiliki dua gambaran khas. Tergantung pada kebutuhan dan selera dari para pemuja-Nya,  Dia dapat terlihat dalam suatu wujud yang mereka sukai untukpemujaan dan menanggapinya melalui wujud tersebut. Dia juga dapat menjelaskan Diri-Nya diantara makhluk manusia untuk membimbing ya menuju kerajaan Tuha-Nya.  Dan penjelasan ini merupakan suatu proses berlanjut yang mengambil tempat dimanapun dan kapanpun yang dianggap-Nya perlu.
Kemudian, ada aspek Tuhan lainnya sebagai Yang Mutlak, yang biasanya disebut sebagai 'Brahman' yang berarti besar tak terbatas.Dia adalah Keterbatasan itu sendiri.Namun, Dia juga bersifat immanen pada segala yang tercipta.Dengan demikian tidak seperti segala yang kita kenal bahwa Dia menentang segala uraian Tentang-nya.
B.     Trimurti
Pada abad kira-kira abad ke-9 SM, pemikiran agama Hindu sampai pada tingkat menjelmakan hasil yang hampir-hampir kepada pengesaan atau hasil yang menunjukan sampainya mereka ke tingkat pengesaan. Mereka mengumpulkan Tuhan-Tuhan dalam satu Tuhan saja dan memutuskan bahwa dia itulah yang mengeluarkan alam dari zatnya sendiri, dan dialah yang memeliharanya hingga dibinasakan dan dikembalikannya semua kepadanya. Mereka menamakannya dengan tiga nama atau disebut Trimurti.[6]
Konsep Trimurti ini baru muncul setelah umat Hindu memiliki perkembangan pemikiran yang disebutkan oleh sejarawan pada zaman Brahmana, Trimurti adalah tiga kekuatan Brahman yang terdiri dari :
1.      Brahman, adalah Tuhan yang berfungsi sebagai pencipta alam, yang disebut dalam Bahasa sansekerta “Utpatti”
2.      Wisnu,  adalah Tuhan yang berfungsi sebagai pemelihara, yang disebut dalam Bahasa sansekerta “Sthiti”
3.      Siwa, adalahTuhan yang berfungsisebagaipelebur/penghancur.


Gambar 1.1
http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/10/dewa-tertinggi-agama-hindu-trimurti.html

Secara luas, Hindu dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu : 1.kelompok Siva atau mereka yang memuja Dewa Siwa, 2.kelompok Brahma atau mereka yang memuja Dewa Brahma dan 3.kelompok Vaisnava atau mereka yang memuja Dewa Visnu. Hal ini didasari pada kitab weda kuno. Ketiganya ini Brahma, Visnu, dan Siva bersama-sama membentuk Tri Murti Hindu.[7]
Brahma menciptakan dunia, Visnu memeliharanya dan Siva memusnahkannya. Proses penciptaan (srsti), pemeliharaan (sthiti) dan pemusnahan (pralaya) selamanya berlanjut dalam aturan siklus. Bila dunia merupakan suatu mitos seperti pertanyaan dari beberapa bentuk ekstrim dari filsafat Advaita Vedanta, maka tak akan ada teologi sehingga permasalahan teologis juga tak akan ada. Tetapi, dunia ini menjadi suatu kenyataan pengalaman sehari-hari kita, yang tak dapat dijelaskan ataupun diabaikan begitu saja. Sekali kita menerimanya sebagai nyata – betapa pun derajat realitas yang kita nyatakan tentangnya, pertanyaan teologis tentang penciptaan dan sang penciptanya akan senantiasa harus dihadapi dan dijawab dengan jujur. Inilah yang telah diusahakan oleh berbagai kitab suci Hindu selam ini.
Tiga Devata Tri Murti berhubungan dengan tiga guna dalam pengaruh kosmis penciptaan, pemeliharaan dan pemusnahan. Visnu melambangkan sattvaguna, sebagai daya keberadaan dan pemeliharaan. Siva melambangkan sifat tamas, sebagai daya penyerapan. Brahma berdiri diantara keduanya ini dan melambangkan sifat rajas. Ia melambangkan kemampuan keberadaan yang berasal dari pertemuan yang saling berlawanan.[8]

a.      Brahma

Gambar 2.1(www.quora.com)

Dengan demikian Brahma merupakan sumber, benih dari semua yang ada. Seperti yang dinyatakan oleh namanya, Dia merupakan ketakterhinggan yang tak terbatas, sebagai sumber dari ruang, waktu dan penyebab, yang memunculkan nama dan wujud. Secara filosofis, Dia merupakan tahap pertama dan maifestasi tentang pertanyaan keberadaan individual (ahankara). Secara teologis, Dia adalah pencipta yang tak terciptakan (svayambhu) pribadi awal yang ada dengan sendirinya.
Dia memiliki banyak julukan yang merupakan petunjuk akan keberadaannya yang menarik, dari titik pandang kosmologi, Dia adalah Janin Keemasan, bola api, sebagai sumber asal mulanya alam semesta raya ini. Karena segala mahluk yang tercipta ini adalah keturunannya, maka Dia disebut  Prajapati, penguasa anak keturunan atau juga disebut Pitamaha sang kakek moyang. Dia juga disebut Vidhi  sang pengatur, sebagai Lokesa  sang penguasa dunia, demikian juga Dhatr sang pemelihara. Dia juga disebut Vismakarma, arsitek alam semesta.
Brahma sang pencipta dan Sarasvati, sebagai pendampingnya yang merupakan pokok dari beberapa cerita dalam literatur mitologi Hindu ; yangb secra singkat dapat diringkas sebagi berikut :
1.      Brahma lahir dari telur keemasan yang berasal dari air penyebab tak terbatas. Pendampingnya, yaitu Srasvati diwiujudkan daripadanya. Dari penytauannya lahirlah segenap mahluk-mahluk di dunia ini.
2.      Brahma menyatakan dalam kitab kitab weda dan sarasvati sebagai roh dan artinya. Oleh karena itu seluruh ilmu pengetahuan baik yang sakral maupun yang profane bersal daripadanya .
3.      Dahulu Brahma menjadi seekor babi hutan jantan dan mengangkat bumi dari bawah air dan menciptakan dunia ini
4.      Wujud kura-kura dan Ikan juga ditelah dikenakan terhadap Brahma
5.      Dia merupakan penemu seni panggung dan musik
6.      Dia merupakan Pendeta utama yang melaksanakan upacara pernikahan Siwa dan Parwati.
Walaupun dalam kenyataannya Brahma merupakln Tuhan tertinggi dalam aspek kreatif dan merupakan anggota yang sama pentingnya dalam Tri Murti. Anehnya tak ada kuil yang khusus untuk baginya kecuali satu di Pushkar,India.[9] Di kuil yang khusus dipersembahkan kepada Brahma aspek nya sebagai Vishakarma (arsitek alam semesta) yang dipergunakan. Dalam wujud ini Dia tampak memiliki empat kepala, empat lengan yang memegang tasbih,buku,rumput kusa,dan kendi serta mengendarai angsanya.
Setiap kuil apakh itu kuil Siwa atau Wisnu pasti memiliki suatu ceruk pada dnding bagian utara yang diperuntukkan bagi Brahmadan gambarannya harus mendapat pemuajaan setiap hari karena Dia merupakan Parivara devata.

b.      Visnu
            


Gambar 2.2 (www.mantrahindu.com)

Visnu yang juga dikenal sebagai MahaVisnu merupakan devata kedua dari Tri Murti Hindu yang menyatakan Sattvaguna dan merupakan kekuatan sentripetal yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan alam semesta.
Pengertian etimologis, kata Visnu berarti yang meliputi atau yang menyusupi segalanya. Oleh karena itu Dia merupakan realitas alam semesta, yang melampaui dan juga immanen. Dia merupakam penyebab dan kekuatan batin yang menimbulkan keberadaan ini nama lain Visnu yang sangat umu dan terkenal adalah Narayana  yang berarti :
a.       Air sebagai tempat tinggalnya
b.      Merupakan tempat kediaman seluruh mahluk manusia
c.       Yang membuat hati manusia sebagai tempat kedudukannya
d.      Yang merupakan tujuan akhir segenap mahluk manusia.[10]
Setelah Peleburan alam semesta dari siklus sebelumnya dan sebelum penciptaan berikutnya, Narayana Tuhan tertinggi jatuh tertidur pada alas tidur Ular Sesa (Anantha) yang mengapung pada lautan (shrasamudra) atau lautan susu, salah satu kakinya berada dipangkuan Devi Laksmi, pendampingnya yang dengan lembut memijatinya. Ketika dia bermimpi akan penciptaan berikutnya sekuntum kembang Padma muncul dari pusarnya bersama dengan Deva Brahma yang duduk disana. Setelah bangun Dia menyuruh Brahma dengan memulai kegiatan Penciptaan.
Visnu senantiasa dilukiskan sebagai Nilamegasyama, warna biru gelap bagaikan awan yanag mengandung air hujan, karena ruang kosong tak terbatas itu tampak sebagai berwarna biru gelap, maka wajarlah apabila Visnu sebagai kekuatan kosmis yang meliputi segalanya dilukiskan berwarna biru.
Visnu yang tugasnya dalah memelihara dunia ini, sering menjelmakan dirinya kedunia ini walaupun penjelmaan itu secara popular dianggap berjumlah sepuluh, sebenarnya berjumlah tak terbatas. Demikian juga sata penampakannya tak dpat dipandang hanya pada tempat tertentu saja. Manakala darma merosot dan adarma merajalela Dia menjelmakan diinya sendiri guna memu;lihkan keseimbangan di dunia ini.
Berikut beberapa Penjelmaan dalam wujud manusia
1.      Parasurama
2.      Sri RamaBalarama
3.      Sri Krishna
4.      Kalki


         C. Siva/Siwa
           
        
            Gambar 3.1 (padmayowana.blogspot.co.id)

Siwa adalah salah satu dari tiga dewa utama Tri Murti dalam agama Hindu. Kedua Dewa lainnya adalah Brahma dan Wisnu. Dalam ajaran Hindu,  Siwa adalah dewa pelebur, bertugas melebur segala sesuatu yang sudah usang dan tidak layak berada di dunia fana lagi sehingga harus dikembalikan kepada asalnya. Siwa dalam mitologi Hindu dikenal sebagai dewa tertinggi dan banyak pemujanya. Mitos Siwa dapat dijumpai dalam beberapa kitab suci agama Hindu, yakni kitab-kitab Brāhmana, Mahābhārata, Purāna, dan Āgama.Dalam kitab Hindu tertua, Weda Samhita, walaupun nama Siwa sendiri tidak pernah dicantumkan, tetapi sebenarnya benih-benih perwujudan tokoh Siwa itu sendiri telah ada, yaitu Rudra.[11]
Umat Hindu, khususnya umat Hindu di India, meyakini bahwa Dewa Siwa memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan karakternya, yakni:
·         Bertangan empat, masing-masing membawa:
tri wahyudi, cemara, tasbih/genitri, kendi
·         Bermata tiga (tri netra)
·         Pada hiasan kepalanya terdapat ardha chandra (bulan sabit)
·         Ikat pinggang dari kulit harimau
·         Hiasan di leher dari ular kobra
·         Kendaraannya lembu Nandini.
Oleh umat HinduBali, Dewa Siwa dipuja di Pura Dalem, sebagai dewa yang mengembalikan manusia dan makhluk hidup lainnya ke unsurnya, menjadi Panca Maha Bhuta. Dalam pengiderDewata Nawa Sanga (Nawa Dewata), Dewa Siwa menempati arah tengah dengan warna panca warna.Ia bersenjata padma dan mengendarai lembu Nandini. Aksara sucinya I dan Ya. Ia dipuja di Pura Besakih.
Dalam tradisi Indonesia lainnya, kadangkala Dewa Siwa disebut dengan namaBatara Guru. Adya / Siwa / Pusat / Segala Warna (Cahaya) = peleburan kemanunggalan adapun keturunan yang merupakan dewa juga, menurut cerita-cerita keagamaan yang terdapat dalam kitab-kitab suci umat Hindu, Dewa Siwa memiliki putra-putra yang lahir dengan sengaja ataupun tidak disengaja. Beberapa putra Dewa Siwa tersebut yakni:
1.      DewaKumara (Kartikeya)
2.      DewaKala
3.      DewaGanesa.[12]
C.     Sembahyang
Kata “sembahyang” berasal dri bahasa Jawa Kuno. Sembah di sini berarti menyayangi, menghormati, memohon, menyerahkan diri dan menyatukan diri. Sedangkan kata Hyang artinya “suci”. Jadi kata seembahyang berarti menyembah yang suci untuk mnyerahkan diri pada yang hakekatnya lebih tinggi yaitu Tuhan.
Sembahyang disini memiliki pengertian yang cukup luas melakukan pemujaan serta penghormatan kepada dewa atau Tuhan Yang Mahaesa atau kepada sesuatu yang suci.[13]
Dalam sembahyang dikandung pula suatu pengertian menyerahkan diri atau menaklukan diri serta menghamba kepada yang disembah. Didalam agama Hindu pun sembahyang itu merupakan wujud nyata kegiatan beragama dengan tujuan untuk menghormati, memohon, menyerahkan diri, menyatukan diri serta menghamba kepada Tuhan yang Maha suci, Maha suci disini, misalnya, kepada leluhur yang telah suci, atau yang sudah mencapai status Dewa Pitara atau Siddha Dewata dan kepada para Maha Rsi yang telah memiliki kesucian itu sendiri.


Gambar 4.1 (agama--hindu.blogspot.co.id)


Dalam melalukan sembahyang ini umat hindu menggunakan media berupa benda seperti sesajen,ucapan-ucapan suci, sikap diri dan sikap batin. Pada kenyataanya semua agama mengajarkan umatnya memuja Tuhan secara individual dan dengan cara bersama-sama. Demikain juga Agama Hindu mengenal juga sembahyang sendiri dan sembahyang secara bersama-sama dalam kelompok. Sembayang juga disebut Ekanta dan sembahyang dengan cara bersama-sama atau kelompok disebut Samkirtanam. Sembahyang sendiri bertujuan untuk melatih diri agar struktur alam pikiran menjadi kuat, agar kesadaran budi menjadi kuat menguasai kadar kecerdasan pikiran dan pikiran menguasai Ego maka Tri Guna haruslah diolah dengan baik.

Mantram-mantram yang diucapakan saat sembahyang pagi itu bertujuan untuk mendekatkan pengaruh Guna Sattwam pada budi dan pikiran. Sedangkan Sembahyang sore saat Sandhya Dina, Sembahyang ditunjukan untuk mengendalikan Guna Thamas agar jangan mempengaruhi Guna Sattwam dan Rajah.[14]
Cara pelaksanaan nitya karma
Nitya Karma atau nitya adalah yajña yang dilaksanakan setiap hari, seperti Tri Sandya dan yajña Sesa. Yajña sesa dilaksanakan setalah kita selesai memasak nasi dan sebelum makan. Yajña sesa diaturkan kepada Bhatara-Bhatari di pemerajan Hyang Wisnu di Sumur (tempat penyimpanan air) Hyang Raditya di atap rumah, Hyang pertiwi dan Bhuta-bhuta di halaman rumah, penunggu karang di tugu, dan tempat- tempat lainnya yang dianggap suci. 
Sedangkan Naimitika Karma adalah pelaksanaan yajña yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu, misalnya berdasarkan sasih maupun pawukon (Adiputra, 2003). Naimitika Karma yang lain berdasarkan adanya peristiwa yang dianggap perlu untuk di adakan pelaksanaan yajña, seperti puja wali, selesai pembangunan Candi, galungan, Kuningan, Saraswati, Nyepi, Siwaratri.[15]


Gambar 4.2 (Foto Southeastasiagirl)
JENIS-JENIS NITYA YAJÑA

Pelaksanaan yajña yang dilakukan setiap hari meliputi banyak hal seperti : 

1. Surya sewana (pemujaan setiap hari kepada Dewa Surya), pemujaan ini dilakukan oleh seorang sulinggih untuk mendapatkan kerahayuan alam semesta.

2. Ngejot (upacara saiban, biasanya setelah memasak hidangan). 

Yajña sesa yang dipersembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya, setelah memasak atau sebelum menikmati makanan. Tujuannya adalah menyampaikan rasa syukur dan trimakasih kepada-Nya. Adapun tempat –tempat melaksanakan persembahyangan yajña sesa adalah sebagai berikut:
  1. Di atas atap rumah, diatas tempat tidur (pelangkiran), persembahan ini ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawa beliau sebagai ether.
  2. Di tungku atau kompor, dipersembahkan kehadapan dewa Brahma
  3. Di tempat air dipersembahkan kehadapan Dewa Wisnu. 
  4. Di halaman rumah, dipersembahkan kepada Dewi Pertiwi

Disamping tempat tempat tersebut ada juga yang menyebutkan mebanten saiban dilakukan di tempat tempat seperti berikut:
  • Di tempat beras 
  • Di tempat sombah 
  • Di tempat menumbuk beras 
  • Di tungku dapur 
  • Di pintu keluar pekarangan (lebuh)

3. Melaksanakan Puja Tri Sandya (tiga kali sehari), yaitu tiga kali menghubungkan diri (sembahyang) kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Puja Tri Sandya merupakan bentuk yajña yang dilaksanakan setiap hari, dengan kurun waktu pagi hari, tengah hari, dan pada waktu senja hari untuk memohon anugrah-Nya.

4. Jnana yajña, persembahan ini dalam bentuk pengetahuan. Jñana yajña merupakan bagian dari panca maha yajña. Persembahan ini ditujukan kehadapan para maha rsi yang menerima wahyu Veda dari Tuhan dan beliau yang menyebarkan ajaran-ajaran-Nya kepada umat manusia.[16]

JENIS-JENIS NAIMITIKA YAJÑA

Adalah persembahan atau yajña yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu berdasarkan tempat, waktu, dan keadaan ”desa, kala dan patra“. Naimitika yajña merupakan yajña yang dipersembahkan atau yang dilakukan oleh umat hindu, hanya pada hari atau waktu-waktu tertentu saja. Adapun jenisnya antara lain:

1. Berdasarkan perhitungan sasih atau bulan

Yajña yang dilaksanakan atau dipersembahkan berdasarkan perhitungan sasih atau bulan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa beserta manifestasinya antara lain : purnama tilem, siwaratri, nyepi atau tahun baru saka, hari raya Kasodho bagi umat Hindu yag ada di lereng gunung Bromo.

2. Berdasarkan adanya peristiwa atau kejadian yang dipandang perlu untuk melaksanakan yajña.

Peristiwa atau kejadian dalam hal ini adalah suatu kejadian yang terjadi dengan keanehan-keanehan tertentu, sangat tidak diharapkan, lalu semua itu terjadi. Dalam bentuk dan kehidupan ini banyak peristiwa-peristiwa penting yang sulit diharapkan bisa terjadi. Adapun bentuk-bentuk pelaksanaan yajña yan dipersembahkan antara lain : upacara ngulapin untuk orang jatuh, yajña rsi gana, yadnya sudi-wadani dan yang lainnya. Untuk upacara Hindu Kaharingan di Kalimantan Tengah ada ritual penting yang disebut dengan upacara Tiwah yaitu ritual kematian tahap akhir dan upacara Basarah bertujuan untuk menghantarkan arwah ke surga.

3. Berdasarkan perhitungan wara

Perpaduan antara tri wara dengan panca wara, seperti hari kajeng kliwon. Kemudian perpaduan antara sapta wara dengan panca wara, seperti buda wage, buda kliwon, dan anggara kasih. Kliwon datang 5 hari sekali ketika beryoganya Sang Hyang Siwa Kajeng Kliwon dilaksanakan 15 hari sekali dengan memuja Hyang Siwa, segehan dihanturkan kepada hyang Durgha Dewi. Di bawah pada sang Hyang Buchari, Sang Kala Buchari dan Sang Durgha Bucar.[17]

4. Berdasarkan atas perhitungan wuku

Pelaksanaan hari raya, seperti Galungan, Kuningan, Saraswati, dan Pagerwesi. Selain hal tersebut perlu juga diketahui bahwa pada prinsipnya yajña harus dilandasi oleh Sraddhā, ketulusan, kesucian, dan pelaksanaannya sesuai sastra agama serta dilaksanakannya sesuai dengan desa, kala, dan patra (tempat, waktu, dan keadaan). Dilihat dari kuantitasnya maka yajña dibedakan menjadi berikut:

a. Nista, artinya yajña tingkatan kecil. Tingkatan nista ini dibagi menjadi 3, yaitu :
  1. Nistaning nista adalah terkecil di antarayang kecil
  2. Madyaning nista adalah sedang di antara yang kecil
  3. Utamaning nista adalah terbesar diantara yang kecil

b. Madya, artinya sedang, yang terdiri dari 3 tingkatan :
  1. Nistaning madya adalah terkecil di antarayang sedang
  2. Madyaning madya adalah sedang di antara yang sedang
  3. Utamaning madya adalah terbesar diantara yang sedang

c. Utama, artinya besar, yang terdiri dari 3 tingkatan :
  1. Nistaning utama adalah terkecil di antara yang besar
  2. Madyaning utama adalah sedang di antara yang besar
  3. Utamaning utama adalah yang paling besar
Keberhasilan sebuah yajña bukan dari besar kecilnya materi yang dipersembahkan, namun sangat ditentukan oleh kesucian dan ketulusan hati. Selain itu juga ditentukan oleh kualitas dari yadnya itu sendiri. Dalam Kitab Bhagavadgītā, XVII. 11, 12, 13 disebutkan ada tiga pembagian yajña yang dilihat dari kualitasnya, yaitu:

1. Tamasika yajña adalah yadnya yang dilaksanakan tanpa mengindahkan petunjuk-petunjuk sastra, mantra, kidung suci, daksina dan sradha. 

2. Rajasika yajña adalah yadnya yang dilaksanakan dengan penuh harapan akan hasilnya dan bersifat pamer serta kemewahan. 

3. Satwika yajña adalah yadnya yang dilaksanakan beradasarkan sraddhā, lascarya, sastra agama, daksina, mantra, gina annasewa, dan nasmita. 

Pelaksanaan yajña di atas merupakan tingkatan korban suci yang dalam hal ini tergantung dari orang yang melakukan korban suci tersebut. Pada materi ini kita telah memahami dari macam yajña tersebut, untuk itulah kita akan bahas sloka yang mendukungnya.[18]


i.                    Cara sembahyang
Pelaksanaan sembahyang dapat dibagi atas dua bagian yaitu:
Sembahyang yang dilakukan sehari-hari dan sembahyang yang dilakukan sewaktu-waktu dalam hubungannya dengan upacara tertentu. Sembahyang sehari-hari yang dilakukan agama Hindu disebut Trisandhya, dilakukan tiga kali sehari, yaitu diwaktu pagi, siang  dan malam hari, Tri artinya tiga dan Sandhya artinya sembahyang.
Sedangkan sembahyang yang dilakukan sewaktu-waktu berkaitan dengan upacara tertentu. Misalnya, pada saat hari raya Galungan, Kuningan, Saraswati, Pagerwesi dan lain-lainnya bagi masyarakat Hindu di Bali.Pada umat Hindu di Tengger, Jawa Timur, misalnya upacara Kesodo.[19]
Tata cara pelaksanaan persembayangan memiliki tatanan yang baku, karena berhubungan dengan sikap dan etika yang luhur dan mengandung nilai religious yang tinggi. Sikap sembahyang haruslah benar dalam arti tidak boleh asal sikap.Tatacara sembahyang umat Hindu sebagai berikut :
1.      Melaksanakan Suci Laksana, artinya badan maupun diri orang hendaknya bersih
2.      Sikap badan yang disebut asana, boleh memakai padmasana (duduk bersila), bajrasana (duduk bersimbuh) sesuai dengan tempat sembahyang itu sendiri.
3.      Pranayama, yaitu mengatur jalannya nafas. Menarik (puraka), menahan (kumbaka)dan mengeluarkan nafas(recaka) secara perlahan-lahan. Pada saat melakukan puraka dan kumbaka disertai ucapan dalam hati ‘ang’, dan pada saat recaka disertai ucapan ‘ah’ dalam hati.
4.      Kara sodana, menyucikan tangan, karena tangan akan dipakai untuk menyembah. Mantra yang dipakai ialah “Om sudhamam Swaha (tangan kanan) dan Om hati sudhamam Swaha (tangan kiri)
5.      Puspa sodana, artinya penyucian bunga dengan puja mantra.
6.      Menyembah dengan mencakupkan kedua tangan, angakat keatas sampai ujung jari lewat ubur-ubar.
ii.                  Memahami Arti dan fungsi sarana persembahyangan
Melakukan persembahyangan umumnya umat Hindu menggunakan berbagai sarana untuk memantapkan hatinya dalam melakukan persembahyangan.

a.       Arti dan fungsi bunga
Arti bunga dalam lontar yajna Prakerti disebut sebagai berikut : Sekare pinaka katulusan pikayunane suci. Artinya :Bunga itu sebagai lambang ketulusikhlasan pikiran yang suci.Bung sebagai salah satu unsure sarana persembahyangan yang digunakan oleh umat Hindu bukan dilakukan tanpa dasar kitab suci. Dalam Bhaagawadgita bab IX sloka 26, disebutkan unsure-unsur pokok persembahan yang ditunjukan pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa adalah bunga disamping daun, buah-buahan, dan air.[20]
Dari bunga, buah dan daun ini dibuatlah suatu bentuk sarana persembahyangan seperti canang, kewangen, bhasma dan bija.
a.       Canang

Gambar 5.1 (blog.kura2guide.com)

Canang merupakan sarana yang penting dalam setiap persembahyangan. Karena ini merupakan sarana upakara yang akan dipakai untuk persembahyangan kepada Tuhan. Kata canang berasal dari Bahassa jawa kuno yang padda mulanya berarti sirih untuk disuguhkan kepada tamu yang amat dihormati.Pada zaman dahulu tradisi makan sirih adalah tradisi yang dihormati. Jadi memang sirih pada zaman dahulu bernilai tinggi. Sekarang pun dibeberapa daerah termasuk pula di Bali, sirih merupak daun yang digemari oleh masyarakat terutama orang tua. Sirih sebagai lambang penghormatan.
Adapun kelengkapan canang yaitu. Antara lain, alasnya berturut-turut disusun daun pisang yang berbentuk segi empat, dan diatasnya disusun perlengkapan lain seperti pelawa (daun-daunan). Porosan yang terdiri dari satu atau dua potang sirih didalamnya diisi kapur dan pinang, lalu dijepit dengan sepotong janur, diatasnya diisi dengan tangkih/kojong dari janur yang bentuknya bundar yang diseebut urrassari, dapat pula ditambahkan dengan pandan arum yang diisi dengan wangi-wangian.
Canang mengandung arti dan makna perjuangan hidup manusia dengan selalu memohon bantuan dan perlindungan Tuhan Yang Maha Esa, untuk dapat menciptakan,  memelihara dan meniadakan yang patut diciptakan,  dipelihara,  dan ditiadakan. Semuanya demi suksesnya cita-cita hidup manusia yakni kebahagiaan. Perjuangan hidup itu harus melalui usaha untuk menumbuhkan pikiran yang jernih dan suci didasarkan pada ketulusikhlasan, berbakti,  dan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa kepada sesama manusia dan kepada lingkungan. Inilah sumber kehidupan yang bahagia. Demikian tingginya filsafat hidup yang di simbol kan oleh cabang. Jadi canang adalah visualisasi dari pada ajaran Hindu dalam bentuk Banten yang indah. Atau kata lain, canang itu adalah bahasa Agama Hindu dalam bentuk simbol yang dapat memberikan berbagai keterangan tentang arti dan makna hidup ini.[21]
3.  Kwangen
Kwangen berasal dari bahasa Jawa Kuno dari kata wangi artinya harum. Kata wangi mendapat amalan "ka" dan akhiran "an" sehingga menjadi 'kewangian'lalu disaksikan menjadi 'kewangean' yang artinya keharuman. Dari arti kata kwangen ini sudah ada gambaran bagi kita tentang fungsi kenangan untuk mengharumkan nama Tuhan.


Gambar 6.1(www.picture21o.com)

Simbol Kwangen yatitu sebagai berikut:
1.      daun Pisang berbentuk kerucut
2.      Uang Kepeng bolong
3.      Potongan Kojong berbentuk melengkung
4.      Sampyan kwangen.[22]
Pada upacara persembahyangan,  kewangendipakai untuk memuji Ida Sang H yang Wingi sebagai anugerah dalam wujud Padang Purusha.[23]
Kembali kepada unsur-unsurnya yang membentuk kewangen, maka dapat kita ambil arti dan makna simbolis ya sebagai sarana persembahyangan untuk menghubungkan diri kita dengan Tuhan Yang Maha Esa dan dewa-dewa.
Kewangen di samping sebagai sarana pokok dalam persembahyangan, juga dipergunakan dalam berbagai upacara panca yajnayang seperti pendirian tempat permukaan.
5.      Api dan fungsinya
Dalam persembahyangan apa itu diwujudkan dengan Dhupa dan dipa. Dupa adalah sejenis ramuan yang dibakar sehingga berbau wangi. Dupa dengan nyala apinya lambang dewa Agni yang berfungsi  sebagai pendeta pimpinan upacara, sebagai perantara yang menghubungkan antara pemuja dengan dipuja, sebagai pembasmi segala kotoran dan pengusir roh jahat, dan sebagai saksi upacara.
6.      Tirta/air dan fungsinya
Arti dan makna tirta ditinjau dari segi penggunaanya dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu, tirta yang berfungsi sebagai lambang penyucian (pembersih), tirta yang berfungsi sebagai pengurip (penciptaan), dan tirta yang berfungsi sebagai pemelihara.[24]
7.      Bija dan Bhasma
Bija adalah lambang bibit kesucian yang harus ditanam dalam lubuk hati sanubari. Bija artinya biji. Phalawija artinya buah yang berbiji. Namun dalam hal upacara keagamaan ini bija adalah sarana upakara dalam pemujaan yang dibuat dari biji beras yang utuh tidak boleh memakai beras yang patah direndam didalam air. Sedangkankan kata Bhasma bukanlah berasal dari kata “baas” dalam bahasa Bali yang artinya. Bhasma berasal dari bahasa sansekreta yang artinya abu suci. Bhasma di pakai untuk menghadirkan kesucian Dewa Siwa dalam diri beliau.[25]
iii.                Manfaat Sembahyang Bagi Kehidupan
1.      Menentramkan Jiwa
2.      Mengatasi perbudakan materi
3.      Menumbuhkan Cinta Kaih
4.      Melestarikan alam
5.      Memelihara kesehata[26]
D.Tempat Suci dan Hari-hari Keagamaan
a. Tempat Suci
Dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak dapat melepaskan diri dengan berbagai simbol-simbol. Sejak manusia lahir yang ditandai dengan bayi sudah mengandung arti atau simbol tertentu. Umumnya seseorang menangis dalam keadaan sedih atau sakit keras. Tangis adalah simbol kesedihan, tapi bagi bayi berarti juga lapar, haus, dan lain-lain.
Dalam evolusinya manusia terus menerus menggunakan simbol senyum manis melambangkan keramah-tamahan dan lain-lain. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bendera merupakan simbol dari bangsa tersebut. Dalam kehidupan beragama, tempat ibadah, bentuk-bentuk ritual dan lain-lain merupakan simbol-simbol dari agama tertentu. Maka simbol-simbol keagamaan mempunyai arti yang sangat penting bagi umat beragama.
Tempat suci diperlukan untuk memuja keagungan-Nya, mendekatkan umat manusia kepada-Nya. Simbol-simbol yang berhubungan dengan tempat suci atau yang disucikan meliputi: kawasan suci.[27]
1. Pengertian Tempat Suci bagi Umat Hindu
Setiap agama di dunia ini pasti mempunyai tempat suci untuk beribadah. Banyak tempat beribadah di bangun untuk di buat memuja Tuhan. Pura merupakan tempat suci bagi Umat Hindu. Pada mulanya istilah Pura yang berasal dari kata Sanskerta itu. Sebelum dipergunakan kata Pura untuk manamai tempat suci atau tempat pemujaan dipergunakanlah kata “Kahyangan atau Hyang”. berarti kota atau benteng yang sekarang berubah arti menjadi tempat pemujaan Hyang Widhi.
Tempat-tempat yang dianggap suci disebutkan pada bagian awal dari tulisan ini (Tantra Samuccaya I.1.28), yakni di Tìrtha atau Patìrthan, di tepi sungai, tepi danau, tepi pantai, pertemuan dua sungai atau lebih, di muara sungai, dipuncak-puncak gunung atau bukit-bukit, di lereng-lereng pegunungan, dekat pertapaan, di desa-desa, di kota atau pusat-pusat kota dan di tempat-tempat lain yang dapat memberikan suasana bahagia. Untuk itu banyak pura-pura yang di bangun di tempat-tempat yang disebutkan itu sejatinya untuk memperoleh ketenangan pada saat memuja Sang Hyang Widhi Wasa. Istilah Pura pertama kali berasal dari masyarakat Hindu di Bali namun sekarang nama Pura sudah di pakai untuk menamai tempat suci Umat Hindu secara nasional. Konsepsi Pura sebagai tempat pemujaan untuk dewa manifestasi Hyang Widhi di samping juga untuk pemujaan roh leluhur yang disebut Bhatara. Hal ini memberikan salah satu pengertian bahwa Pura adalah simbul Gunung (Mahameru) tempat pemujaan dewa dan bhatara.[28]
2. Jenis – jenis Tempat Suci Umat Hindu
1. Pura
Istilah pura berasal dari kata Pur yang artinya Kola, bening. Pura berarti suatu tempat yang khusus dipakai untuk dunia kesucian. Sebelum Pura diperkenalkan sebagai tempat suci atau tempat pemujaan, dipergunakan Hyang atau Kahyangan untuk tempat pemujaan umat Hindu.[29]
2. Candi
Candi berasal dari kata Candika Grha artinya Rumah Durga. Dan pengertian ini akhirnya candi dijadikan tempat pemujaan untuk Dewi Durga. Di India candi merupakan sarana pemujaan, dan merupakan simbol gunung Mahameru sebagai tempat para Dewa. Maka itu, candi merupakan tempat pemujaan kepada dewa. Nama lain candi adalah Prasada, Sudarma, Mandira. Menurut Dr. Sukmono mengatakan bahwa fungsi candi seperti:
a.       Candi berfungsi sebagai tempat pemujaan, seperti Candi Dieng, Candi Prambanan, Candi Penataran.
b.      Candi berfungsi sebagai pemujaan roh suci, seperti Candi Kidak, Candi Jago, Candi Singosari, Candi Simpino, Candi Jaui.
c.       Candi berfungsi sebagai tempat semedi, seperti Candi Borobudur, Candi Pauon, Candi Mendut, Candi Sewu, Candi Kalasan, Candi Sari.
4.      Kuil atau Mandir
Kuil (Mandir) adalah tempat suci umat Hindu dari keturunan India Tamil. Fungsi Kuil adalah tempat suci untuk memuja manifestasi Tuhan (Dewa) yang dikagumi.
4. Balai Antang
Balai Antang adalah tempat suci umat Hindu dari Kaharingan. Balai Antang ini dibuat dari kayu yang dirangkai sehingga bentuknya mirip dengan pelangkiran di Bali. Fungsi Balai Antang adalah sebagai tempat menstanakan roh leluhur yang sudah di sucikan yang bersifat sementara.[30]
5.      Balai Kaharingan
Balai Kaharingan adalah tempat suci umat Hindu dari Kaharingan. Bentuk hampir mirip bangunan rumah, dan di ruangan diletakkan sebuah tiang yang besar sebagai penyangga. Atapnya bersusun tiga, semakin keatas semakin kecil. Fungsi Balai Kaharingan adalah untuk menstanakan Hyang Widhi dengan berbagai manifestasinya. Balai Kaharingan dibangun ditengah-tengah wilayah masyarakat atau pada tempat yang mudah dijangkau oleh umat Hindu Kaharingan untuk melaksanakan persembahyangan.
6.      Sandung
Sandung adalah tempat suci umat Hindu Kaharingan. Sandung terbuat dari kayu dirangkai berbentuk pelinggih rong satu, bentuk atapnya segi tiga sama kaki dan memakai satu tiang sebagai penyangga. Sandung diletakkan diluar rumah atau dipekarangan. Fungsi Sandung adalah sebagai Stana roh leluhur yang telah disucikan.
7.  Inan Kapemalaran Pak Buaran
Adalah tempat suci umat Hindu Tanah Toraja, dengan ciri-cirinya terdapat Lingga/batu besar, Pohon Cendana dan Pohon Andong. Pak Buaran merupakan tempat sembahyang yang digunakan dalam lingkungan satu Desa (di Bali sama dengan Pura Desa).

8.      Inan Kapemalaran Pedatuan
Adalah tempat suci umat Hindu Tanah Toraja. dengan ciri-cirinya, terdapat lingga / batu besar. pohon cendana dan pohon andong. Pedatun ini merupakan tempat sembahyangyang digunakan dalam beberapa lingkungan keluarga (di Bali = Banjar). Pedatuan ini biasanya terleiak dilereng Gunung.
9.      Inan Kapemalaran Pak Pesungan
Adalah tempat sembahyang bagi umat Hindu di Tanah Toraja, yang digunakan dalam lingkungan rumah tangga (di Bali = merajan).
10.  Sanggar
Adalah salah satu bentuk tempat persembahyangan umat Hindu di Jawa. Sanggar ini merupakan tempat suci yang ukuran ruangnya kecil yang berisikan satu buah Padmasana untuk tempat persembahyangan yang bersifat umum.[31]
11.  Pajuh-Pajuhan
Pajuh-pajuhan adalah tempat persembahyangan umat Hindu Batak Karo. Pajuh-pajuhan terbuat dari kayu yang dirangkai berbentuk segi empat. Pajuh-pajuhan biasanya dibangun dekat mata air dan sifatnya umum yaitu tempat sembahyang secara umum. Fungsinya adalah stana roh leluhur yang telah disucikan.
12.  Cubal – cubalan
Adalah tempat sembahyang umat Hindu Batak Karo Cubal-Cubalan bentuknya sejenis pelangkiran yang diletakkan didalam rumah yang Tujuannya untuk melakukan persembahyangan dan yadnya yang ditujukan pada roh leluhur dan Hyang Widhi.
3. Bentuk – bentuk Tempat Suci Umat Hindu
1.      Prasada
Bentuknya serupa tugu, terdiri dari tiga bagian yaitu Dasar. Badan dan Atap. Atap atau kepalanya memakai gelung mahkota segi empat bertingkat semakin keatas semakin kecil. Denah bangunan bujur sangkar, tinggi bangunannya dapat berkisar setinggi Tugu sampai sekitar 10 meter. Bahan bangunannya dipakai batu alam, batu padas, batu karang dan batu-batu merah. Fungsi Prasada adalah sebagai tempat pemujaan Hyang Widhi. Bangunan prasada dapat kita saksikan di Pura Prasada desa Kapal kabupaten Badung, Candi Margarana, Pura Maos Pahit Desa Tatasan Badung.
2.      Meru
Pada umumnya atapnya adalah dari ijuk, bagian dasar pada umumnya terbuat dari batu alam dan badan Meru terbuat dari bahan kayu, kecuali beberapa Meru di Pura Besakih di Kabupaten Karangasem bahwa badan meru terbuat dari batu cadas dan ukurannya lebih besar dari pada badan Meru yang terbuat dari kayu. Fungsi Meru adalah tempat memuja Hyang Widhi dengan segala manifestasinya.[32]
3.  Gedong
Gedong juga merupakan salah satu bangunan Tempat suci Hindu di Bah. Bentuk Gedong pada umumnya bujur sangkar atau segi empat. Bangunan ini terdiri dari tiga bagian yaitu : dasar, badan, dan puncak atau atap. Bagian dasar pada umumnya terbuat dari batu bata atau padas diisi ukiran yang didukung oleh seekor empas (kura-kura) dengan dibelit oleh seekor naga. Bagian badan ada yang terbuat dari batu bata atau batu padas tetapi ada juga yang terbuat dari kayu. Bagian badan dilengkapi dengan relief atau ukiran para dewa. Bagian atas selalu terbuat dari konstruksi kayu, atapnya terbuat dari alang-alang dan bisa juga ijuk dan genteng.
4.    Rong tiga
Bentuk bangunan Rong Tiga pada umumnya sama dengan bangunan gedong yakni empat persegi panjang. Bangunan ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian dasar dibuat dari batu padas, disusun sesuai dengan bentuk bangunan. Bagian badan, letaknya agak ke atas, terbuat dari kayu dengan tiga ruangan menghadap kedepan. Bagian atas terbuat dari konstruksi kayu dengan atap alang-alang ijuk dan bisa juga genteng. Rong Tiga merupakan salah satu bagian bangunan merajan (tempat pemujaan keluarga). Fungsi rong tiga adalah tempat untuk memuja Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Tri Murti dan Roh Leluhur yang sudah disucikan.
5.    Tugu
Bentuk bangunan tugu hampir sama dengan bangunan prasada cuma ukurannya lebih kecil dan fungsinya juga berbeda. Fungsi Tugu adalah untuk tempat bersemayamnya para Bhuta agar tidak mengganggu aktifitas manusia pada saat malaksanakan upacara suci. Bangunan tugu di letakkan di halaman luar Pura. Tidak seperti bangunan Padmasana, Gedong dan Meru yang terletak pada bagian halaman utama Pura.[33]
6.    Padmasana
Istilah Padmasana banyak kita jumpai dalam mantram-mantram untuk menstanakan Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa. Di Jawa bentuk Padmasana digambarkan dengan bentuk bunga teratai sebagai simbol stana Hyang Widhi, sedangkan di Bali Padmasana diperkenalkan oleh Dang Hyang Nirarta pada abad ke 16 masehi. Jenis-jenis Padmasana dikalangan umat Hindu banyak yang tidak dapat membedakan yang mana disebut Padmasana, Padmasari, Padma Capah maupun Padma Kurung. Menurut lontar Catur Winasari disebutkan bermacam-macam Padmasana berdasarkan atas arah. rong (ruang). pepalihan (tingkatan).
a.              Berdasarkan arah (pengider-ideran)
1.      Padma Kencana di timur menghadap ke barat adalah stana Hyang Iswara.
2.      Padmasana di selatan menghadap ke utara adalah stana Dewa Brahma.
3.      Padmasana sari bertempat di barat menghadap ke timur stana DewaMaheswara.
4.      Padmasana Lingga di Utara menghadap ke selatan adalah stana Dewa Wisnu.
5.      Padma Saji di timur laut manghadap ke barat daya adalah stana Dewa Sambhu.
6.      Padma Asia Sedana bertempat di tenggara menghadap ke barat laut adalah stana Dewa Mahesora.
7.      Padmanoja di Barat Daya menghadap ke timur laut adalah stana Dewa Mahadewa.
8.      Padmokaro di barat laut menghadap ke tenggara adalah stana Sangkara.
9.      Padma Kurang di Tengah beruang tiga menghadap kearah depan adalah stana Trimurti.[34]
b.              Berdasarkan ruang dan tingkatannya dapat dibedakan, menjadi :
1.      Padmasana Anglayang, beruang tiga mempergunakan Badawang Nala dengan Palih Tujuh.
2.      Padma Agung, beruang tiga dan mempergunakan Bedawang Nala dengan Palih Lima.
3.      Padmasana, beruang satu mempergunakan Bedawang Nala dengan Palih Lima.
4.      Padmasari, bangunan padmasari menyerupai Padmasana.
Perbedaannya adalah sebagai berikut:
Bangunan padmasana menggunakan dasar Bedawang Nala yang dililit oleh naga sedangkan Padmasari tidak menggunakan Bedawang Nala dan naga. Padmasari beruang satu dengan Pali Tiga yaitu Pali Taman (bawah), Palih Sancak (tengah) dan Palihsari (atas).
5.      Padma Capah, bangunan ini mirip Padmasari tetapi lebih rendah, tidak memakai Palih (tingkatan) biasanya tidak lebih tinggi dari mata manusia berdiri. Padma Capah adalah beruang satu dengan Palih Dua yaitu Pali Taman (bawah) dan Plih Capah (atas) tidak mempergunakan Bedawang Nala. Padma Capah adalah stana makhluk alus atau makhluk yang derajatnya lebih rendah dari manusia.[35]
B. Hari Keagamaan
Pada hakekatnya semua agama memiliki hari suci atau hari-hari besar keagamaan. Setiap umat manusia yang ada di dunia ini, yang mempunyai kenyakinan akan adnya Sang Pencita, masing-masing mempunyai hari raya tertentu yang dianggap suci (kramat) dan mulia, yang tidak dilewatkan begitu saja tanpa disertai dengan suatu upacara dan upakara, meskipun hanya secara sederhana saja.[36]
Demikian pula dengan agama Hindu banyak sekali memiliki hari-hari suci keagamaan. Hari-hari istimewa bagi umat Hindu itu  dipandang suci, karena pada hari-hari itu umat hindu wajib melakukan pemujaan terhadap Hyang Widhi Wasa (Tuhan yang Maha kuasa) beserta segala manifestasi Nya.
Hari- hari suci merupakan hari-hari peyogaan Hyang Widhi dengan segala manifestasi-Nya. Oleh karena itu pada hari-hari tersebut merupakan hari-hari yang baik untuk melakukan Yadnya. Yadnya ini dilakukan oleh umat manusia hal ini sebagai penghormatan dan pemujaan terhadap hyang Widhi (Tuhan Maha Pecipta), atas segala karunia-Nya yang tidak terbatas yang telah dilimpahkan-Nya dan atas sinar suci t-Nya kepada semua kehidupan di dunia ini.
1.      Pengertian Hari Suci
Hari suci  atau rerahinan adalah hari yg diperingati atau di istimewakan  berdasarkan kenyakinan bahwa hari itu mempunyai makna bagi kehidupan seseorang/masyarakat karena pengaruhnya dan karna nilai-nilai didalamnya. Bila peringatan hari suci itu dilakukan secara rutin maka acara itu disebut  rerahinan. Bila kita pelajari acara rerahinan ini maka hari-hari suci itu ada pada siklus tertentu, dan mempunyai hari puncak dimana hari puncak itu akan kembali kehari permulaan.
Hari suci yang dirayakan oleh seluruh umat disebut hari raya atau rerahinan gumi (jagat). Sedangkan hari suci yang dirayakan oleh kelompok-kelompok tertentu disebut dengan nama odalan atau piodalan. Piodalan atau pawedalan berasal dari kata Wedal yang artinya lahir. Jadi pawedalan atau piodalan merupakan hari suci untuk memperingati kelahiran sesuatu (bukan manusia) atau hari jadi suatu Pura (Karena piodalan biasanya ditujukan untuk tempat suci).
2.      Jenis-jenis Hari Suci
1. Hari raya /yadnya dilakukan setiap hari.Sebagai contoh para sulinggih melakukan Surya Sewana, umat Hindu melakukan  Tri Sandhya, Yoga Yadnya, Swadhyaya Yadnya, dan Dyanayadnya. Yang harus dilakukan tiap hari adalah Yadnya Sesa.[37]
2.  Hari raya berdasarkan pertemuan Tri Wara dengan Panca Wara Artinya  persembahan yang dilakukan pada pertemuan antara hari Kajeng (Tri Wara), dan Kliwon (Panca Wara) sehingga didapatkan hari suci Kajeng Kliwon. Kliwon  datangnya setiap lima hari sekali, Sang Hyang Siwa  bersemedi,pemujaan terhadap sang Hyang Siwa. Kajeng Kliwon datang setiap 15  hari sekali,pemujaan terhadap Sang Hyang Siwa.
3. Hari Raya Berdasarkan pertemuan Sapta Wara dan Panca Wara. Artinya persembahan dilakukan pada pertemuan Sapta Wara dengan Panca Wara, antara lain sebagai berikut:
Anggara Kliwon disebut pula Anggara Kasih, pada hari ini beryoga Sang Hyang Rudra.
Budha Wage disebut juga Budha Cemeng, beryoga Sang Hyang Manik Galih menurunkan Sang Hyang Ongkara Amertha di bumi ini. Yadnya dipersembahkan kepada sang Hyang Sri Nini, agar diciptakan kemakmuran dunia
Budha Kliwon, hari ini namanya sering disesuaikan dengan  wukunya. Hari Budha Kliwon adalah hari  penyucian Sang Hyang Ayu atau sang Hyang Nirmala Jati Sehingga persembahan ditunjukkan  padanya
Saniscara Kliwon hari ini namanya sering disesuaikan dengan nama wuku. Persembahan ini ditujukan kepada Sang Hyang Parameswara
4.Hari Raya Berdasarkan Pawukon
Hari raya berdasarkan pawukon adalah hari raya yang perhitungannya berdasarkan wuku.
3.      Hari Raya Suci Nyepi (Tahun Baru Çaka)
Hari Raya Nyepi’ adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun Baru Saka. Hari ini jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang dipercayai merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup.[38] Untuk itu umat Hindu melakukan pemujaan suci terhadap mereka.Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan / kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktifitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.
Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia / microcosmos) dan Bhuana Agung/macrocosmos (alam semesta). Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali.Melasti, Tawur (Pecaruan), dan Pengrupukan Tiga atau dua hari sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan Penyucian dengan melakukan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis. Pada hari tersebut, segala sarana persembahyangan yang ada di Pura (tempat suci) di arak ke pantai atau danau, karena laut atau danau adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam. Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada “tilem sasih kesanga”(bulan mati yang ke-9), umat Hindu melaksanakan upacara Buta Yadnya di segala tingkatan masyarakat,mulai dari masing-masing keluarga,banjar,desa,kecamatan dan seterusnya, dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya.
Pada saat Nyepi umat Hindu melaksanakan “Catur Brata”Penyepian yang terdiri dari amati geni (tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan). Serta bagi yang mampu juga melaksanakan tapa,brata,yoga dan semadhi.[39]
4.      Hari Raya Suci Galungan
Galungan adalah pemujaan kepada Hyanng Widhi yang dilakukan dengan penuh kesucian dan ketulusan hati. Memohon kesejahteraan dan keselamatan hidup serta agar dijauhkan dari awidya. Hari raya galungan adalah hari pawedalan jagat. Yaitu pemujaan bahwa telah terciptnya jagat dengan segala isinya oleh Hyang Widhi. Hari ini muncul setiap 210 hari sekali. Yaitu pada hari rabu kliwon Wuku Dungulan. Galungan merupakan perlambang perjuangan antara yang benar (dharma) melawan tidak benar (adharma) dan juga sebagi pernyataan rasa terimakasih atas kemakmuran dalam alam yang diciptakan Hyang Widhi ini. Disamping itu pula, perayaan galungan adalah untuk menyatakan terima kasih dan rasa bahagia atas kemurahan Hyang Widhi yang dibayangkan telah sudi turun dengan diiringi oleh para dewa dan para Pitara ke dunia. Sehari sebelum galungan, yaitu pada hari selasa Wage wuku Dungulan. Disebut hari Hari Penampahan. Mulai saat penampahan ini segala bentuk nafsu hendaknya dikendalikan dalam rangka menyambut hari raya Galungan (Besoknya), karena pada hari Penampahan ini manusia berusaha digoda oleh nafsu-nafsunya yang bersifat negatif, misalnya nafsu murka, iri hati, sombong, congkak dan lain-lainnya, yang dilambangkan dengan Sang kala Tiga. Apabila manusia pada saat itu kurang waspada dan tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri, maka ia akan dikuasai adanya dorongan nafsu marah, sering terjadi pertengkaran-pertengkaran .perselisihan dan lain sebagainya. [40]
5.      Hari Raya Suci Kuningan
Kuningan jatuh setiap Sabtu Kliwon Wuku Kuningan 210 hari sekali yakni sepuluh hari setelah Galungan. Hari Kuningan adalah hari payogaan Hyang Widhi yang turun kedunia dengan diiringi oleh para Dewa dan Pitara pitari melimpahkan Karunia-Nya kepada umat manusia. Karena itu pada hari Kuningan kita hendaknya mengahturkan bakti memohon kesentosaan, keselamatan, perlindungan dan tuntunan lahir bathin. Pada hari kuningan ini, sajen (banten) yang dihaturkan harus dilengkapi dengan nasi yang berwarna kuning. Tujuannya adalah sebagai tanda terima kasih atas kesejahteraan dan kemakmuran yang dilimpahkan oleh Hyang Widhi Wasa. Pada hari ini kita membuat tamiang, endongan dan kolem yang dipasang pada Padmasana. Sanggah (Merajan) dan Penjor. Tamiang ini adalah simbol alat penangkis dari serangan hal-hal yang bersifat negatif, endongan adalah simbul tempat makanan karena itu endongan berisi buah-buahan, tebu, tumpeng serta lauk pauknya, dan kolem merupakan simbul tempat istirahat atau tidur. Upacara persembahyangan hari kuningan harus sudah selesai sebelum tengah hari.
6.      Hari Raya Suci Saraswati
Saraswati, adalah hari raya untuk memuja hyang Widhi dalam menifestasinya dan kekuatannya menciptakan ilmu pengetahuan dan ilmu kesucian. Hari Raya Saraswati merupakan piodalan Sang hyang Aji Saraswati atau turunya Weda yang dirayakan setiap hari sabtu Umanis Wuku Watugunung, yang jatuhnya setiap 210 hari sekali. Kekuatan Hyang Widhi dalam Manifestasi-Nya menurunkan Ilmu pengetahuan dilambangkan dengan seorang “Dewi”. Dewi Saraswati merupakan Dewi ilmu pengetahuan Suci, karena itu bagi para arif bijaksana, pelajar dan kaum cendikiawan, saraswati ini merupakan hari penting untuk memuja kebesaran hyang Widhi atas segala Ilmu pengetahuan suci yang telah dianugrahkan itu. Dewi Saraswati merupakan sakti Brahma (manifestasi Hyang Widhi dalam hal mencipta), yang mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan. Dari ilmu pengetahuan inilah timbul ciptaan-ciptaan baru yang ada didunia, tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak mungkin dapat menciptkan yang baru.[41]
7.      Hari Raya Suci Siwalatri
Siwarâtri berarti malam renungan suci atau malam peleburan dosa. Hari Siwarâtri jatuh pada Purwanining Tilem ke VII (Kapitu), yaitu sehari sebelum bulan mati sekitar bulan Januari. Pada hari ini kita melakukan puasa dan yoga samadhi dengan maksud untuk memperoleh pengampunan dari Hyang Widhi atas dosa yang diakibatkan oleh awidya (kegelapan).
Ada 3 jenis Brata pada hari raya Siwarâtri terdiri dari:
1.      Utama, melaksanakan:
a.      Monabrata (berdiam diri dan tidak berbicara).
b.      Upawasa (tidak makan dan tidak minum)
c.       Jagra (berjaga, tidak tidur).
2.      Madhya, melaksanakan:
a.      Upawasa.
b.      Jagra.
3.      Nista, hanya melaksanakan Jagra.
Hari Siwarâtri kadang kala disebut juga hari Pejagran. Karena pada hari ini Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa), yang bermanifestasikan sebagai Siwa dalam fungsinya sebagai pelebur, melakukan yoga semalam suntuk. Karena itu pada hari ini kita memohon kehadapan-Nya agar segala dosa-dosa kita dapat dilebur.
8.      Hari Raya Suci Pagerwesi
Hari raya Pagerwesi dilaksanakan pada hari Budha (rabu) Kliwon Wuku Shinta. Hari raya ini dilaksanakan 210 hari sekali. Sama halnya dengan hari raya Galungan, Pagerwesi juga termasuk rerainan gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, baik pendeta maupun umat walaka.
Kata “Pagerwesi” artinya pagar dari besi. Ini melambangakan suatu perlindungan yang kuat. Segala sesuatu yang dipagari berarti sesuatu yang bernilai tinggi agar jangan mendapat gangguan atau dirusak. Hari raya pagerwesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri yang dalam bahasa Bali disebut magehang awak. Nama Tuhan yang dipuja pada hari raya ini adalah Sanghyang Pramesti Guru.[42]
9.      Hari Suci Purnama dan Tilem
Purnama dan Tilem, juga merupakan hari suci bagi umat Hindu, yang harus disucikan dan dirayakan untuk memohon berkah, rahkmat dan Karunia dari Hyang Widhi. Pada hari Purnama adalah payogaan Sanghyang Candra dan pada hari raya Tilem adalah Payogaan Sanghyang Surya. Kedua-duanya sebagai kekuatan dan sinar suci Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Kuasa) dalam manifestasinya berfungsi sebagai pelebur segala mala (kekotoran) yang ada di dunia. Bila pada hari Purnama atau Tilem umat manusia menghaturkan upakara yadnya dan persembahyangan kehadapan Hyang Widhi, dari nilai satu aturan (bhakti) yang dipersembahkan itu akan mendapat imbalan anugrah bernilai sepuluh dari hyang Widhi. Demikianlah hari Purnama dan Tilem itu yang merupakan hari Suci yang harus dirayakan oleh umat Hindu untuk memohon anugrah dan rakhmat serta keselamatan dan kesucian lahir bathin. Pada hari Purnama dan Tilem hendaknya mengadakan upacara-upacara persembahyanngan dengan rangkaiannya berupa upakara yadnya sebagai salah satu aspek dari pada pengalaman ajaran agama. Hari Purnama jatuh setiap bulan penuh (sukla paksa), sedangkan Tilem jatuh setiap bulan mati (krsna paksa). Baik purnama maupun Tilem datengnya setiap 30 atau 29 hari sekali. Pada hari Purnama dan Tilem ini kitahendaknya mengadakan pembersihan secara lahir batin, karena itu, disampping bersembahyang mengadakan puja bhakti kehadapan Hyang Widhi untuk memohon anugrah-Nya, juga kita hendaknya mengadakan pembersihan dengan air (mandi yang bersih). Menurut pandangan Hindu bahwa air merupakan sarana pembersihan yang amat penting didalam kehidupan manusia. Disamping itu pula air merupakan sarana pembersih, juga sebagai pelebur kotoran.[43]




Daftar Pustaka

·         Maswinara, I Wayan, Dewa-Dewi Hindu, (Surabaya:Paramita,2007)
·         Salabi, Ahmad, Agama-agama besar diIndia, (Jakarta:Bumi Aksara,1998)
·         Suparta, Ardana, Sejarah perkembangan agama Hindu,(Surabaya,Paramita,2002)
·         Sudarsana,I.B Putu Ajaran Agama Hindu.(Denpasar:Yayasan Dharma Arya,2004)
·         Titib, I Made, Teologi dan simbol-simbol dalam agama Hindu, (Surabaya:Paramita,2003)
·         Wiana, . I Ketut  Sembahyang Menurut Hindu. (Surabaya :Paramita,2006)








[1] http://mangpur.blogspot.co.id/2012/02/konsep-ketuhanan-dalam-agama-hindu.
[2] http://mangpur.blogspot.co.id/2012/02/konsep-ketuhanan-dalam-agama-hindu.
[3] Prof. Dr.Ahmad Shalaby.Perbandingan Agama, Agama-agama besar di India. (  Jakarta: Bumi Aksara.1998)
[4] Prof. Dr.Ahmad Shalaby.Perbandingan Agama, Agama-agama besar di India. (  Jakarta: Bumi Aksara.1998) Hal.25

[5] Prof. Dr.Ahmad Shalaby.Perbandingan Agama, Agama-agama besar di India. (  Jakarta: Bumi Aksara.1998)
[6]Prof. Dr.Ahmad Shalaby.Perbandingan Agama, Agama-agama besar di India. (   Jakarta: Bumi Aksara.1998) 27
[7] I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, (Surabaya:Paramita,2007)

[8] I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, (Surabaya:Paramita,2007)

[9] I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, (Surabaya:Paramita,2007)

[10] I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, (Surabaya:Paramita,2007)

[11] I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, (Surabaya:Paramita,2007
[12] I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, (Surabaya:Paramita,2007)
[13]Drs. I Ketut Wiana, M.Ag. Sembahyang Menurut Hindu. (Surabaya :Paramita,2006) Hal. 37
[14] Drs. I Ketut Wiana, M.Ag. Sembahyang Menurut Hindu. (Surabaya :Paramita,2006) Hal. 53
[19] Drs. I Ketut Wiana, M.Ag. Sembahyang Menurut Hindu. (Surabaya :Paramita,2006) Hal. 53

[20] Drs. I Ketut Wiana, M.Ag. Sembahyang Menurut Hindu. (Surabaya :Paramita,2006) Hal. 53

[21] Drs. I Ketut Wiana, M.Ag. Sembahyang Menurut Hindu. (Surabaya :Paramita,2006) Hal. 57-61


[22] Drs.I.B Putu Sudarsana, MBA, MM.Ajaran Agama Hindu.(Denpasar:Yayasan Dharma Arya,2004) Hal.46
[23] Drs. I Ketut Wiana, M.Ag. Sembahyang Menurut Hindu. (Surabaya :Paramita,2006)
[24] Drs. I Ketut Wiana, M.Ag. Sembahyang Menurut Hindu. (Surabaya :Paramita,2006) Hal. 105-106
[25] Drs. I Ketut Wiana, M.Ag. Sembahyang Menurut Hindu. (Surabaya :Paramita,2006) Hal. 113-114
[26] Drs. I Ketut Wiana, M.Ag. Sembahyang Menurut Hindu. (Surabaya :Paramita,2006) Hal. 125-130

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peta Jalur penyebaran Hindu Buddha di Indonesia