Responding Paper Kelompok 7
Ajaran Budha Dharma Tentang Etika
(Sila)
A. Pengertian Sila
Sila berasal
dari bahasa Sansekerta dan bahasa Pali. Kata sila yang digunakan oleh umat
Budha, menurut Verkuyl, mempunyai banyak arti. Sila dapat berarti norma
(kaidah), peraturan, perilaku, sopan santun dan sebagainya. Jadi sila merupakan
perbuatan lahiriah, seperti ucapan dan perbuatan badan jasmani.
Sila juga
sebagai dasar dari jalan utama, yang merupakan sikap batin yang keluar dalam
bentuk ucapan, perbuatan dan pencaharian yang benar sebagai perwujudannya. Atas
dasar itu, hal yang sangat penting dalam sila adalah sikap batin seseorang dan
bukan terlihat dari ucapannya.
Pelaksanaan
sila dalam agama Budha merupakan suatu kebijakan moral, etika atau tata tertib
dalam menjalani kehidupan kita sebagai manusia sehingga mampu bertingkah laku
secara baik dan benar bagi diri sendiri, orang lain, bahkan seluruh alam
semesta beserta isinya. Kebajikan moral dapat dianggap sebagai suatu dasar yang
membentuk semua hal-hal yang positif dalam kehidupan saat ini. Sang Buddha
pernah bersabda: “Kebijakan moral adalah dasar, sebagai pendahulu dan pembentuk
dari semua yang indah. Oleh karena itu, hendaklah orang menyempurnakan
kebijakan moral (sila)”. (Theragatha,612).
B. Macam-Macam Sila
a. Panca Sila
Terdiri dari
lima sila yang dilaksanakan oleh umat Buddha biasa dalam kehidupan sehari-hari,
yaitu tidak akan menganiaya atau membunuh; tidak akan mengambil dan memiliki
sesuatu yang tidak atas pemberian atau bukan untuknya; akan hidup bersusila;
tidak berlaku serong dan zina, tidak berdusta, menipu atau memfitnah; dan
menjauhi percakapan-percakapan yang tidak berguna atau harus berkata benar.
b. Hasta Sila atau delapan janji
Adalah janji
para umat awam untuk menjauhi delapan perbuatan yang terlarang, yaitu
1. Tidak akan menganiaya atau membunuh
2. Tidak akan mengambil atau memiliki
sesuatu yang tidak atas pemberian atau bukan haknya.
3. Tidak akan berzina.
4. Tidak berdusta, menipu maupun memfitnah dan
menjauhi percakapan-percakapan yang tidak berguna.
5. Menjauhi segala macam minuman keras
maupun makanan yang dapat merusakkan kesadaran dan memabokkan.
6. Tidak akan makan setelah jam 12
7. Tidak menari, menyanyi, bermain music,
melihat pertunjukan, tidak memakai wangi-wangian, perhiasan dan sebagainya
8. Tidak akan memakai tempat duduk dan
tempat tidur yang tinggi dan mewah.
c. Majjhima Sila atau Dasa Sila
Yaitu sepuluh
janji atau janji bagi para Bhikhu dan Samanera, adalah janji untuk tidak
melaksanakan perbuatan yang terdapat dalam Atthanga sila sampai nomor enam,
sedang nomor tujuh dipecah menjadi dua sehingga urutannya adalah: (7) tidak
akan menari, menyanyi, bermain music dan melihat pertunjukan hanya untuk
memuaskan indra saja; (8) tidak akan memakai wangi-wangian, bunga-bungaan,
minyak rambut dan perhiasan bersolek lainnya; (9) tidak akan memakai tempat
duduk dan tempat tidur yang tinggi dan mewah; dan (10) tidak akan menerima emas
dan perak untuk dimiliki.
d. Patimokha Sila
Yaitu sila
utama dan merupakan sila yang paling tinggi yang dilakukan oleh para Bhikkhu
atau Bhikkhuni yang telah menerima penahbisan (Upasampada), berupa 227
peraturan dalam kehidupan sehari-hari.
Sila terdiri dari lima aturan
pokok yaitu:
1. Dengan mengetahui betapa
dalamnya hidup kita saling terkait, saya berusaha berlatih melindungi
kehidupan.
2. Dengan mengetahui betapa
dalamnya hidup kita saling terkait, saya berusaha berlatih hanya mengambil apa
yang diberikan pada saya tanpa pamrih.
3. Dengan mengetahui betapa
dalamnya hidup kita saling terkait, saya berusaha berlatih menjaga hubungan dan
menghindari perilaku seksual yang keliru.
4. Dengan mengetahui betapa
dalamnya hidup kita saling terkait, saya berusaha berlatih berbicara baik dan
jujur.
5. Dengan mengetahui betapa
dalamnya hidup kita saling terkait, saya berusaha berlatih melindungi
kejernihan pikiran dengan menghindari hal-hal yang membuat kecanduan.
C. Catur Paramitha dan Catur Mara
Catur paramita
adalah 4 (empat) sifat-sifat luhur atau sifat ketuhanan yang kita miliki,
sedangkan catur mara adalah 4 (empat) sifat-sifat jahat yang harus kita
musnahkan. Jadi, di dalam diri kita terdapat 2 (dua) sifat yang selalu
bertentangan yaitu catur paramita dan catur mara. Catur paramita apabila
dilaksanakan dengan baik akan mengantarkan kita untuk memasuki kehidupan yang
penuh dengan kebahagiaan, aman dan sejahtera. Sebaliknya, catur mara apabila
kita lakukan akan menjerumuskan kita ke dalam kehidupan yang sengsara dan hina.
Di dalam diri
setiap manusia terdapat sifat-sifat ketuhanan yang disebut Paramita yaitu di
dalam batinnya merupakan sumber dari segala perbuatan baik (Kusalakamma) yang
tercetus pada pikiran, ucapan dan badan. Karena itu kita harus dapat
mengembangkan paramita itu, demi kebahagiaan, ketenangan dan kegembiraan bagi
hidup kita. Catur paramita artinya empat sifat ketuhanan. Sifat ketuhanan itu
terdiri dari:
Metta : ialah cinta kasih universil
yang menjadi akar dari perbuatan baik (Kusala-kamma). Bila ini berkembang Dosa
akan tertekan.
Karuna : ialah kasih sayang universil
karena melihat suatu kesengsaraan, yang menjadi akar dari perbuatan baik
(Kusalakamma). Bila ini berkembang Lobha akan tertekan.
Mudhita : ialah perasaan bahagia (Simpati)
universal karena melihat makhluk lain bergembira, yang menjadi akar dari
perbuatan baik (Kusalakamma). Bila ini berkembang Issa akan tertekan.
Upekha : ialah keseimbangan bathin
universal sebagai hasil dari melaksanakan metta, karuna, mudita dan upekha, juga
merupakan akar dari perbuatan baik (Kusalakamma). Bila ini telah berkembang
Moha akan tertekan, bahkan akan lenyap.
Inilah yang disebut catur paramita.
Disamping
adanya sifat-sifat ketuhanan, terdapat pula sifat-sifat setan/jahat (Mara)
dalam batin manusia dan ini merupakan sumber dari segala perbuatan buruk
(Akusalakamma) yang tercetus pada pikiran, ucapan dan badan. Karena itu kita
harus dapat melenyapkannya agar hidup kita tidak terus-menerus didalam
kesengsaraan dan penderitaan yang tiada henti-hentinya. Catur mara artinya
empat sifat setan/jahat. Sifat setan/jahat ini yang terdiri dari:
Dosa : ialah kebencian yang menjadi
akar dari perbuatan jahat (Akusalakamma) dan akan lenyap bila dikembangkannya
Metta. Dosa ini sacara ethica (ajaran tentang keluhuran budi dan peraturan
kesopanan) berarti kebencian, tetapi secara psychologis (kejiwaan) berarti
pukulan yang berat dari pikiran terhadap objek yang bertentangan. Mengenai ini
terdapat dua macam nama yaitu:
1. Patigha: jijik atau tidak senang.
2. Vyapada: kemauan jahat.
Lobha : ialah serakah yang menjadi akar
dari perbuatan jahat (Akusalakamma) dan akan lenyap bila dikembangkannya
Karuna. Lobha ini secara ethica berarti keserakahan/ketamakan, tetapi secara
psychologis berarti terikat pikiran pada objek-objek. Inilah yang kadang-kadang
disebut tanha yaitu keinginan yang tiada hentinya, kadang juga disebut Abhijjha
(mempunyai napsu serakah dan kadang-kadang disebut juga Kama (napsu birahi
serta raga (hawa napsu).
Issa : ialah irihati yaitu perasaan
tidak senang melihat makhluk lain berbahagia, yang menjadi akar dari perbuatan
jahat (Akusalakamma) dan akan lenyap bila dikembangkannya Mudita.
Moha : ialah kegelisahan bathin
sebagai akibat dari perbuatan dosa, lobha dan issa, akan lenyap bila
dikembangkannya Upekkha. Moha berarti kebodohan dan kurangnya pengertian.
Selain daripada itu moha juga disebut Avijja (ketidaktahuan) atau Annana (tidak
berpengetahuan) atau Adassana (tidak melihat).
Inilah yang disebut catur mara.
Perbuatan jahat akan mengarahkan
kita ke tiga jalan kehidupan, yaitu:
1. Neraka atau Niraya: yang sebagian besar
disebabkan oleh seseorang yang banyak dosanya dan ia akan hidup di alam ini
setelah kematiannya dari alam manusia. Sebagaimana disebutkan dalam bahasa
Pali, yang artinya: “Semua makhluk sebagian besar terlahir di alam neraka
(Niraya) disebabkan dengan kekuatan dosa”.
2. Binatang atau Tiracchana: yang sebagian
besar disebabkan oleh seseorang yang banyak mohanya dan ia akan hidup di alam
ini setelah kematiannya dari alam manusia. Sebagaimana disebutkan dalam bahasa
Pali, yang artinya: “Semua makhluk sebagian besar terlahir di alam binatang
(tiracchana) disebabkan dengan kekuatan moha”.
3. Setan atau Peta: yang sebagian besar
disebabkan oleh seseorang yang banyak lobhanya dan ia akan hidup di alam ini
setelah kematiannya dari alam manusia. Sebagaimana disebutkan dalam bahasa Pali
yang artinya: “Semua makhluk sebagian besar terlahir di alam setan (peta) dan raksasa
(asura) disebabkan dengan kekuatan lobha”.
Sedangkan,
perbuatan baik akan mengarahkan kita ke tiga jalan kehidupan, yaitu:
1. Alam Dewa: yang sebagian besar disebabkan
oleh seseorang yang banyak melakukan maha kusala citta serta hiri dan ottappa,
seperti berdana, mendengarkan dhamma, belajar dhamma, mengajarkan dhamma,
menterjemahkan buku-buku dhamma untuk disebarluaskan, membangun vihara,
membangun rumah sakit, membangun sekolah dan lain sebagainya.
2. Alam Brahma: yang disebabkan oleh seseorang
yang banyak sekali melaksanakan samatha bhavana sehingga diperolehnya Jhana.
Jhana berarti kesadaran/pikiran yang melekat kuat dalam objek kammatthana
(meditasi), yaitu kesadaran/pikiran terkonsentrasi pada objek dengan kekuatan
appana-samadhi (konsentrasi yang pandai, yaitu kesadaran/pikiran terpusat pada
objek dengan kuat).
3. Nibbana/Nirvana: yang sebagian besar
disebabkan oleh seseorang melaksanakan vipassana bhavana sehingga menjadi
arahat. Arahat berarti orang suci tingkat keempat yang telah terbebas dari
kelahiran dan kematian atau telah bersatu dengan sang hyang adi Buddha.
D. Hubungan Sila Dengan Catur Paramitha
Sila dapat
dilaksanakan dengan baik, bilamana pikiran penuh dengan catur paramita. Menurut
ajaran agama budha, untuk memperoleh kesempurnaan, ada dua macam sifat luhur
yang harus dikembangkan berbarengan, yaitu:
1. Metta dan Karuna (cinta kasih dan kasih
sayang)
2. Panna (kebijaksanaan)
Di dalam metta
dan karuna adalah termasuk cinta kasih, suka bermurah hati, ramah tamah,
toleransi dan sifat-sifat luhur lainnya dari segi emosi (perasaan) atau
sifat-sifat yang timbul dari “hati”, sedangkan panna berhubungan dengan intelek
(kecerdasan) atau sifat-sifat yang timbul dari pemikiran.
Kalau orang hanya mengembangkan
diri dari segi emosinya saja dengan mengabaikan segi inteleknya, maka orang ini
kelak akan menjadi “orang edan/gila yang baik hati” sebaliknya, kalau orang
hanya mengembangkan dari segi inteleknya saja dengan mengabaikan segi emosinya,
maka orang ini akan menajdi “orang yang berhati batu” dan tidak mempunyai
perasaan sedikitpun terhadap orang lain. Oleh karena itu, untuk menjadi
sempurna, orang harus mengembangkan sifat-sifat tersebut diatas tadi secara
berbarengan.
Komentar
Posting Komentar