Responding Paper kelompok 8
Ajaran Hindu Tentang Catur Marga
A. Pengertian dan Tujuan Catur Marga
Catur marga
berasal dari dua kata yaitu catur dan marga. Catur berarti empat dan marga
berarti jalan/cara atapun usaha, jadi Catur Marga adalah empat jalan atau cara
umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida
Sang Hyang Widhi Wasa. ‘jalan’ atau upaya menghubungkan atman dengan brahman
sehingga ada ‘kedekatan’ untuk tujuan kemuliaan atman, dengan harapan semoga
jika tiba saatnya kita wafat, atman dapat bersatu dengan brahman. Dengan kata
lain, untuk mencapai moksa, yakni tujuan hidup tertinggi dari catur purushartha
(dharma, artha, kama, moksa). Catur marga juga sering disebut dengan catur
marga yoga.
Di dalam agama
Hindu tidak ada suatu keharusan untuk menempuh satu-satu jalan, karena semua
jalan untuk menuju Tuhan Yang Maha Esa diturunkan oleh-Nya untuk memudahkan
umat-Nya menuju kepada-Nya. Empat jalan untuk menghubungkan diri, yang dimaksud
adalah menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Usaha untuk menghubungkan
diri dengan Tuhan Yang Maha Esa akan berhasil bila didukung dengan metode,
media maupun lokasi spiritual yang kondusif untuk itu, di samping personalitas
pribadi orang yang menghubungkan diri kepada-Nya.
Sumber ajaran
catur marga ada diajarkan dalam pustaka suci Bhagawadgita, terutama pada
trayodhyaya tentang karma yoga marga yakni sebagai satu sistem yang berisi
ajaran yang membedakan antara ajaran subha karma (perbuatan baik) dengan ajaran
asubha karma (perbuatan yang tidak baik) yang dibedakan menjadi perbuatan tidak
berbuat (akarma) dan wikarma (perbuatan yang keliru).
Berikut sloka
yang mendukung adanya perbedaan jalan dalam menuju Tuhan;
“Yo yo yām yām tanum bhaktah
śraddhayārcitum icchati, tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aha”
(Bhagawadgita, 7:21)
Artinya: “Kepercayaan apapun yang
ingin dipeluk seseorang,
Aku perlakukan mereka sama dan
Ku-berikan berkah yang setimpal
supaya ia lebih mantap”
“E yathā mām prapadyante tāms
tathaiva bhajāmy aham, mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśa”
(Bhagawadgita, 4:11)
Artinya: “Jalan mana pun yang
ditempuh seseorang kepada-Ku, Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang
mencari-Ku dengan berbagai jalan, wahai putera Partha”
B.
Macam-Macam Catur Marga
Perenungan:“Iyam
hi yonih prathamā yonih prāpya jagatipate, ātmānam ṣakyate trātum karmabhih ṡubhalakṣaṇaih”.
“Apan iking dadi wwang, utama
juga ya, nimitaning mangkana, wénang ya tumulung awaknya sangkeng sangsāra,
makasādhanang ṡubhakarma, hinganing kotamaning dadi wwang”.
Terjemahannya adalah.
“Menjelma menjadi manusia itu
adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong
dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan
berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia”.
(Sarasamuçcaya I.4).
1. Bhakti Marga
Sivananda
(1997:129-130) menyatakan bahwa bhakti merupakan kasih sayang yang mendalam
kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan jalan kepatuhan atau bhakti.
Bhaktiyoga disenangi oleh sebagian besar umat manusia. Tuhan merupakan
pengejawantahan dari kasih sayang, dan dapat diwujudkan melalui cinta kasih
seperti cinta suami kepada istrinya yang menggelora. Cinta kepada Tuhan harus
selalu. Mereka yang mencintai Tuhan diutamakan tak memiliki keinginan ataupun
kesedihan. Ia tak pernah mem- benci makhluk hidup atau benda apa pun, dan tak
pernah tertarik dengan objek-objek duniawi.
2. Jnana Marga
Sivanada
(1993:133-134) menyatakan bahwa jñanayoga merupakan jalan pengetahuan. Moksa
(tujuan hidup tertinggi manusia berupa penyatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa)
dicapai melalui pengetahuan tentang Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Pelepasan
dicapai melalui realisasi identitas dari roh pribadi dengan roh tertinggi atau
Brahman. Penyebab ikatan dan penderitaan adalah avidya atau ketidaktahuan. Jiwa
kecil, karena ketidaktahuan secara bodoh menggambarkan dirinya terpisah dari
Brahman. Avidya bertindak sebagai tirai atau layer dan menyelubungi jiwa dari
kebenaran yang sesungguhnya, yaitu bersifat Tuhan. Pengetahuan tentang Brahman
atau Brahmajñana membuka selubung ini dan membuat jiwa bersandar pada
Sat-Cit-Ananda Svarupa (sifat utamanya sebagai keberadaan kesadaran- kebahagian
mutlak) dirinya.
3. Karma Marga
Karma yoga
adalah jalan pelayanan tanpa pamrih, yang membawa pencapaian menuju Tuhan
melalui kerja tanpa pamrih. Yoga ini merupakan penolakan terhadap buah
perbuatan. Karma yoga mengajarkan bagaimana bekerja demi untuk kerja itu, yaitu
tiadanya keterikatan. Demikian juga bagaimana menggunakan tenaga untuk keuntungan
yang terbaik. Bagi seorang Karmayogin, kerja adalah pemujaan, sehingga setiap
pekerjaan dialihkan menjadi suatu pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seorang
Karmayogin tidak terikat
oleh karma (hukum sebab akibat),
karena ia mempersembahkan buah perbuatannya kepada Tuhan yang Maha Esa.
Penjelasan tentang setiap pekerjaan dilaksanakan sebagai wujud bhakti kepada
Tuhan yang Maha Esa dijelaskan dalam Bhagavad Gita IX.27-28.
4. Yoga Marga
Raja Yoga
adalah jalan yang membawa penyatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa, melalui
pengekangan diri dan pengendalian diri dan pengendalian pikiran. Raja yoga
mengajarkan bagaimana mengendalikan indra-indra dan vritti mental atau gejolak
pikiran yang muncul dari pikiran melalui tapa, brata, yoga dan samadhi. Dalam
Hatha Yoga terdapat disiplin fisik, sedangkan dalam Raja Yoga terdapat disiplin
pikiran. Melakukan Raja Marga Yoga hendaknya dilakukan secara bertahap melalui
Astāngga yoga yaitu delapan tahapan yoga, yang meliputi yama, niyama, asana,
pranayama, pratyahara, dharana, dhyana, dan samadhi. Seseorang yang
melaksanakan ajaran Raja Marga Yoga disebut dengan sebutan yogi.
Konsentrasi
dan meditasi menuntun menuju samadhi atau pengalaman supra sadar, yang memiliki
beberapa tingkatan pendakian, disertai atau tidak disertai dengan pertimbangan
(vitarka), analisa (vicara), kebahagiaan (ananda), dan kesadaran diri (asmita).
Demikian, kailvaya atau kemerdekaan tertinggi dicapai. Dari keempat jalan
tersebut semuanya adalah sama, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah,
semuanya baik dan utama tergantung pada kepribadian, watak dan kesanggupan
manusia untuk melaksanakannya.
Keempat jalan
(marga) itu dapat dilakukan diberbagai tempat dan waktu sesuai kemampuan
seseorang dan keempatnya tidak dapat dipisahkan karena dalam prakteknya saling
berkaitan. Misalnya sembahyang , keempat cara (marga) itu dapat diamalkan
sekaligus yaitu :
- rasa hormat atau berserah
merupakan wujud bhakti marga.
- Menyiapkan sarana kebhaktian
merupakan wujud karma marga.
- Pemahaman tentang sembahyang
merupakan wujud jnana marga.
- Duduk tegak-tenang-konsentrasi
merupakan wjud raja marga.
ika
direnungkan dan diperhatikan maka sesungguhnya pengamalan agama Hindu sangat
mudah, praktis dan lues. Keluesan itu disebabkan karena agama Hindu dapat
dilaksanakan :
- Dengan mempraktekan Catur Marga
- Oleh seluruh umat tanpa
terkecuali
- Disegala tempat, waktu dan
keadaan
- Tidak harus dengan materi
- Sesuai dengan kemampuan umat
- Sesuai dengan adat istiadat
karena Hindu menjiwai adat istiadat.
Demikian agama
Hindu dapat diamalkan selama 24 jam setiap hari dengan cara serta bentuk
pengamalan yang beraneka ragam. Untuk
itu umat Hindu tidak patut memaksakan bentuk pengamalan agama agar seragam dari
segi materi maupun bentuk material lainnya, apalagi keseragaman jumlah uang.
Namun yang harus sama dan seragam ialah prinsip dasar ajaran agama.
Komentar
Posting Komentar