Responding Paper Kelompok 2
A. Ajaran Hindu Dharma tentang Ketuhanan
a. Konsep Tuhan/Dewa
Untuk pertama kali difinisi tentang Tuhan dijumpai dalam kitab Brahma Artinya :(Brahman adalah yang maha tahu dan penyebab yang mahakuasa) dari mana munculnya asal mula dan lain-lain, (yaitu pemeliharaan dan peleburan) dari (dunia ini).
Kitab suci memberi batasan lain tentang Brahman, yang menggambarkan sifat-Nya yang sejati : “Kebenaran, Pengetahuan, Yang Tak Terbatas adalah Brahman”.
Ajaran Ketuhanan (theology) dalam agama Hindu disebut Brahma Widyā. Dalam Brahma Widyā dibahas tentang Tuhan Yang Maha Esa, ciptaanNya, termasuk manusia dan alam semesta. Sumber ajaran Brahma Widyā ini adalah kitab suci Veda.
Di Dalam Veda, istilah Tuhan Yang maha Esa disebut Deva, disamping itu disebut “Tat” (Itu) atau “Sat” (kebenaran mutlak). Kata Deva mengandung dua pengertian; yaitu Deva sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan deva sebagai mahluk tertinggi ciptaan-Nya (Rgveda X.129.6) dengan berbagai tingkatannya. Veda mewakili berbagai-bagai fase perkembangan pemikiran keagamaan. Padanya terdapat perwujudan tanda-tanda Polytheisme yang diorganisir, Henotheisme, Monotheisme dan Monisme.
Dewa Dalam Agama Hindu dipercaya terdapat 33 Dewa, hal tersebut dijelaskan dalam Reg. Weda. Yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya ke 33 dewa tersebut dibedakan menurut tempat dan tugasnya masing-masing seperti tertuang dalam Rg. Weda.I. 139.11 yang berbunyi:
Wahai para dewa (33 dewa): 11 di sorga, 11 di bumi, 11 berada di langit, semoga engkau bersuka cita dengan persembahan suci ini.
monotheisme transendent dan immanent
Para dewa itu dipandang sebagai penjelmaan dari Brahman. Hal ini terungkap dalam kitab Taittiriya Upanisad yang menyatakan bahwa dewa Mitra, Varuna, Aryaman, Indra, Brihaspati, Wisnu, adalah Brahman yang kelihatan. Jadi sebenarnya hanya satu dewa, yaitu Brahman, sedangkan yang lain-lainnya adalah penjelmaan dewa yang satu itu pula.
Dalam kitab Katha Upanisad Brahman bukan dipandang sebagai tokoh dewa, melainkan sebagai asas pertama, sebagai asal segala sesuatu yang meliputi segalanya.[1]
Sesungguhnya Brahman itu tidak dapat dikatakan bagaimana. Dalam Brhad-aranyaka Upanisad III.8.8-9, tentang jawaban Yājňavalkya atas pertanyaan Gārgī dinyatakan bahwa :
“Yang mengerti Brahman menyebutnya yang Kekal. Dia tidaklah kasar, bukan pula halus, tidak pendek tidak pula panjang, tidak bersinar merah (seperti api) tidak pula menempel (seperti air). Dia bukanlah bayangan ataupun kegelapan,bukan pula udara atau angkasa, yanpa ikatan, tanpa rasa, tanpa bau, tanpa mata , tanpa telinga, tanpa suara, tanpa pikiran, tanpagemerlapan, tanpa nafas,tanpa mulut, tanpa ukuran, tiada apapun di dalam dan di luar-Nya. Dia tidak memakan apapun dan tiada apapun bisa memakan-Nya. Sesungguhnya atas perintah yang kekal itu, matahari dan bulan berada pada kedudukannya masing-masing,…”.
Maksud uraian di atas tidak lain menyatakan bahwa Brahman bukan substansi dan tidak memiliki sifat-sifat. Walaupun demikian, secara positif Brahman dapat dinyatakan dengan ungkapan sat-cit ananda. Kata sat berarti ada atau keberadaan. Jika Brahman disebut sat berarti bahwa hanya Brahman-lah yang memiliki keberadaan, Ia-lah satu-satunya yang ada, yang harus dibedakan dengan segala yang lain dari pada-Nya, yang tidak memiliki ada atau keberadaan.
Kata cit berarti kesadaran yang menunjuk kepada sifat Brahman yang rohani. Brahman yang satu-satunya memiliki ada itu adalah Brahman yang sadar, bukan yang mati, yang bersifat rohani bukan bendani. Ananda artinya bahagia, yang menunjuk kepada sifat Brahman yang meliputi segala sesuatu dan mempersatukan segalanya yang hanya terdiri dari kebahagiaan saja. Ungkapan sat-cit-ananda menunjukkan bahwa Brahmanlah satu-satunya realitas rohani yang bersifat mutlak, tetapi juga meliputi segala sesuatu yang ada, yang sadar atau yang bersifat rohani, sehingga segala sesuatu yang memiliki kedua sifat itu harus dialirkan ke luar dari pada-Nya.
Dalam Taittiriya Upanisad II.1.1. dinyatakan yang muncul pertama dari Brahman (Atman) adalah angkasa, dari angkasa udara, dari udara api, dari api air, dari air tanah, dari tanah pohon obat-obatan, dari pohon obat-obatan makanan, dari makanan oknum. Demikianlah segala sesuatu muncul dari pada Brahman . Oleh karena itu segala sesuatu datang dari Brahman, maka segala sesuatu pada hakekatnya adalah Brahman.
Sweta Swatara Upanisad mempertegas tentang kedudukan Tuhan sebagai berikut “ya eko jālavān īśata īśanībhih sarvān lokān īśata īśanībhih, ya evaika udbhave ca, ya etad vidur amrtās te bhavanti”.[2]
Artinya :
“Dia Diri Yang Maha Agung, yang di alam semesta ini menjadi satu-satunya Penguasa Alam Semesta, yang memiliki kemampuan mencipta, yang menguasai Alam Semesta dengan kekuasaan-Nya yang amat besar, dengan kemampuan Maya-Nya itu telah mencipta dan mengatur muncul dan lenyapnya segala sesuatu di Alam Semesta ini. Siapa yang telah dapat menyadari dan menghayati Kasunyataan ini, Dia menjadi bersifat abadi”
Upanisad menyatakan bahwa Tuhan pada hakekatnya Esa, sumber segala sesuatu yang ada di Alam Semesta dan menjadi tempat kembalinya segala sesuatu. Beliau Pencipta, Pengatur sekaligus sebagai Pemralina segala sesuatu yang ada di Alam Semesta ini. Dalam pernyataan tersebut terdapat konsep Ketuhanan yang bersifat monotheisme transendent dan immanent. Dan sebuah kalimat dalam Brhadāranyaka Upanisad menyatakan : “Sarwam Khalvidam Brahman” ‘Segalanya adalah Tuhan Yang maha Esa’. Konsep ini mengandung paham Monisme. Keyakinan terhadap adanya Keesaan Tuhan yang merupakan hakekat alam semesta. Esa dalam segala. Segalanya berada di dalam yang Esa.
Mahānirwāna Tantra adalah Tantra Shastra yang merupakan bentuk Shastra Hindu yang masih kurang dikenal, karena ajaran-ajarannya memang sulit, dan diperlukan tingkat evolusi berpikir untuk bisa menyerap dan memahaminya. Selain itu juga karena arti terhadap beberapa istilah serta metode yang dilaksanakan terus dijaga kerahasiannya oleh para penganutnya. Tantra Shastra dikatakan sebagian ilmu pengetahuan spiritual untuk periode Kaliyuga sekarang (Avalon’s, 1997 : v), disebutkan sebagai berikut :
Siwa telah bersabda: “untuk menyempurnakan manusia di zaman Kaliyuga, pada ketika manusia menjadi sangat lemah dan hidupnya hanya tergantung kepada makanan-makanan saja, maka O Dewi dirumuskanlah ajaran-ajaran daripada kaula” (Bab IX, bait 12 Mhn. T.).
Mahānirwāna Tantra menguraikan mengenai Siwa dan sakti demikian : “Eksistensi kekal, yang tidak bisa dipecah belah itu, yang kesadaran-Nya melampaui batas tūriya dan mengatasi semua keadaan yang lain, itulah absolute yang tak berciri, Brahman yang Agung atau Parabrahman. Dia terbebas (nishkala) dari pengaruh Prakriti atau terbebas dari ciri-ciri Prakriti (nirguna), Dia-lah Pribadi di dalam, subjek dari yang mengetahui, karena itu, tidak pernah Dia itu menjadi objek pengetahuan.Dia itu tanpa nama, maka Brahman itu disebut Tat (Itu), dan kemudian Tat Sat (Itu Yang Ada). Matahari, bulan, bintang-bintang, dan semua yang kelihatan itu, apakah semuanya selain sekedar sekilas cahaya yang tertangkap dari Tat itu? Brahman meliputi keduanya niskala dan sakala (Avalon’s, 1997 : 3).
Menurut Mahānirwāna Tantra, pada mula-mulanya adalah satu yaitu Nishkala Brahman saja yang ada. Yang satu itu berkehendak, dan menjadi banyak. Aham bahu syam “Menjadilah Aku ini banyak”. Dia mewujudkan diri dalam bentuk para dewa dan dewi, dan juga berada di dalam pemuja sendiri. Perwujudannya itu ialah perwujudan alam semesta raya, termasuk segalanya yang berada di dalamnya. Di sini Tuhan Yang Maha Esa digambarkan dengan perwujudan immanent dan transcendent.
Untuk memahami lebih jauh tentang simbol-simbol dalam agama Hindu, terlebih dahulu diuraikan tentang hakekat ketuhanan dalam agama Hindu. Maka yang menjadi sumber adalah kitab suci Veda, yang merupakan himpunan firman Tuhan Yang Maha Esa atau wahyu-Nya yang diterima oleh para maha rsi dimasa silam.
Bila kita mengkaji kitab suci Veda maupun praktek keagamaan di India dan Indonesia (Bali) maka Tuhan Yang Maha Esa disebut dengan berbagai nama. Berbagai wujud digambarkan untuk Yang Maha Esa itu. Walaupun Tuhan Yang Maha Esa tidak berwujud dalam pengertian materi maupun dalam jangkauan pikiran manusia, dan didalam bahasa Sanskerta disebut Acinty arupayan gartinya: tidak berwujud dalam alam pikiran manusia.
Bila Tuhan Yang Maha Esa tidak berwujud, muncul pertanyaan mengapa dalam sistem pemujaan umat Hindu membuat bangunan suci, arca, pratima, pralinga, mempersembahkan busana, sesajen dan lain-lain. Bukankah semua wujud itu ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud dalam pikiran manusia?
Sebelum itu mari kita bahas definisi atau pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa yang dikemukakan oleh Maha rsi Vyasa yang dikenal juga sebagai Badarayana dalam karyanya :Brahmasutra, Vedanta sastra yang didalamnya menyebutkan dalam terjemahan sebagai berikut: Brahman adalah asal muasal dari alam semesta dan segala isinya. Jadi menurut Brahmasutra bahwa Tuhan Yang Maha Esa disebut Brahman, hal ini juga sesuai dalam bunyi mantram pada Purusa Sukta Rgveda yang berbunyi (dalamterjemahan) :[3]
“Tuhan sebagai wujud kesadaran agung merupakan asal dari segala yang telah dan yang akan ada. Dia adalah Raja dialam yang abadi dan juga bumi ini yang hidup dan berkembang.”
Uraian diatas adalah salah satu dari banyaknya bunyi-bunyian mantram tentang Tuhan yang menegaskan bahwa kitab suci Veda dan termasuk kitab-kitab Vedanta(Upanisad) adalah sumber yang paling diakui otoritasnya dalam menjelaskan tentang Brahman(TuhanYangMahaEsa).
b. Hyang Widhi, Biarkan Yang Berwujud dan Yang Tidak Berwujud
Bila kita mengaji tentang Biarka (Tuhan Yang Maha Esa) didalam kitab suci dan kitab-kitabVedanta, maka kita menentukan 2 pandangan yang berbeda tentang Bagian, yakni sebagai yang berwujud, seperti wujud para dewa didalam Veda dan Tuhan yang tak berwujud, seperti di jelaskan dalam kitab-kitab Veda nya (Upanisad). Berdasarkan penjelasan dalam kitab Bahwa Sutra diatas, bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah yang menjadikan alamsemesta dan segala yang terdapat didalam ya. Kini timbul pertanyaan apakah Sang Hyang Widhi sama dengan Brahman atau Brahma?
Berdasarkan tinjauan etimologis maupun leksika. Kata Widhi beras dari urat kata di (Vi + dha) yang artinya, sebuah aturan, peraturan atau kekuasaan, rumus, perintah, keputusan, orientasi (peraturan setempat), undang-undang, ajaran, hukum, petunjuk. Didalam Maha Barat dan kita-kitab Karya lainnya Vidhi disebut sebagai sang pencipta (creator), juga pacarnya. Vidhi adalah salah satu nama dari Bahwa sebagai pencipta atau penguasa hukum. Vidhi juga berarti hukum atau pengendali dan lain-lain. Didalam kitab-kitab Purna, Vidhi adalah nama lain dari Brahma seperti disebutkan diatas. Dengan demikian Sang Hyang Widhi adalah Tuhan sebagai Pencipta alam semesta.[4]
Sedangkan kata Brahman yang berarti yang tumbuh, berkembang, berevolusi, yang bertambah besar, yang meluap dari dari-Nya, dan sejenisnya. Ciptaa-Nya muncul dari dari-Nya, seperti halnya Veda yang muncul dari nafas-Nya. Kemahakuasaan Hyang Brahman sebagai pencipta jagat raya didukung oleh sakti-Nya yang disebut Sarasvati, dewi pengetahuan dan kebijaksanaan yang memberikan inspirasi untuk kebajikan umat manusia. Bila disebut sebagai Brahma, maka Ia adalah manifestasi utama Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta, dengan demikian Brahma saat ini adalah Tuhan Yang Berperilaku (Personal God. Dengan demikian Hyang Widhi adalah Brahman Tuhan yang tidak berwujud dalam alam pikiran manusia (impersonal God). Sedang disebut Brahma, ketika Ia telah mengambil wujud (Personal God) dalam menciptakan alam semesta beserta segala isinya.
Pada orang-orang Hindu bilanganTuhan-Tuhan amatlah besar. Bagi mereka tiap-tiap kekuatan mutlak, masing-masing dapat memberi faedah atau membahayakan, seperti api, air, sungai-sungai dan gunung-gunung. Dialah Tuhan yang diharapkan pertolongannya pada masa kesulitan.
Benar bahwa Hindnisme tidak bergantung hanya pada sebuah kitab suci tunggal seperti yang dilakukan agama besar didunia ini. Namun, keseluruhan tubuh dari kerusakan filosofis menerima kita-kitab Upanisad dan Bhagavad dengannya. Oleh karena itu, setiap konsep tentang Tuhan yang didasarkan pada kitab-kitab ini disebut baik hampir semua sektor Hindunisme.
Sementara mengambil konsep tentang Tuhan, kiranya wajar bagi manusia untuk mengawali ya dari dunia tempat ia tinggal dan bergerak. Karena itu, jika dipandang dari sudut pandang ini, Tuhan dalam Hindunisme adalah sang pencipta. Namun, Dia menciptakan segenap alam semesta dan dunia ini bukan dari ketiadaan yang tak logis, tetapi berasal dari Diri-Nya sendiri. Setelah menciptakan, Dia memelihara ya dengan kekuasaan-Nya, mengatur seluruhnya bagaikan seorang kaisar maha-kuasa, membagi keadilan sebagai ganjaran dan hukuman, sesuai dengan perbuatan masing-masing individu dan makhluk-makhluk yang ada. Pada akhir dari satu siklus penciptaan Hindunisme mendukung teori siklus penciptaan-Dia menyerap segenap tatanan dunia kedalaman Diri-Nya.[5]
Kitab suci Hindu demikian lancar dalam melukiskan sifat-sifat Tuhan.Dia Adalah Maha-mengetahui dan Maha-kuasa. Dia merupakan perwujudan keadilan, kasih sayang dan keindahan. Dalamkenyataannya, Dia merupakan perwujudan dari semalam kualitas terdekat yang senantiasa dapat dipahami manusia. Dia senantiasa siap mencurahkan anugerah, kasih dan berkah-Nya pada ciptaan-Nya. Dengan kata lain, tujuan utama penciptaan dunia semesta ini adalah untuk mencurahkan berkah-Nya pada makhluk-makhluk, membimbing ya secara bertahap dari keadaan yang kurang sempurna menuju keadaan yang lebih sempurna.Dengan mudah Dia dimenangkan dengan doa dan permohonan dari para pemuja-Nya. Namun, tanggapan-Nya pada doa ini dituntut oleh prinsip yang hendaknya tidak bertentangan dengan hukum komisi yang berkenaan dengan kesejahteraan umum dunia dan hukum karma yang berkaitan dengan kesejahteraan pribadi-pribadi khususnya.
Konsep Tuhan Hindu memiliki dua gambaran khas. Tergantung pada kebutuhan dan selera dari para pemuja-Nya, Dia dapat terlihat dalam suatu wujud yang mereka sukai untukpemujaan dan menanggapinya melalui wujud tersebut. Dia juga dapat menjelaskan Diri-Nya diantara makhluk manusia untuk membimbing ya menuju kerajaan Tuha-Nya. Dan penjelasan ini merupakan suatu proses berlanjut yang mengambil tempat dimanapun dan kapanpun yang dianggap-Nya perlu.
Kemudian, ada aspek Tuhan lainnya sebagai Yang Mutlak, yang biasanya disebut sebagai 'Brahman' yang berarti besar tak terbatas.Dia adalah Keterbatasan itu sendiri.Namun, Dia juga bersifat immanen pada segala yang tercipta.Dengan demikian tidak seperti segala yang kita kenal bahwa Dia menentang segala uraian Tentang-nya.
B. Trimurti
Pada abad kira-kira abad ke-9 SM, pemikiran agama Hindu sampai pada tingkat menjelmakan hasil yang hampir-hampir kepada pengesaan atau hasil yang menunjukan sampainya mereka ke tingkat pengesaan. Mereka mengumpulkan Tuhan-Tuhan dalam satu Tuhan saja dan memutuskan bahwa dia itulah yang mengeluarkan alam dari zatnya sendiri, dan dialah yang memeliharanya hingga dibinasakan dan dikembalikannya semua kepadanya. Mereka menamakannya dengan tiga nama atau disebut Trimurti.[6]
Konsep Trimurti ini baru muncul setelah umat Hindu memiliki perkembangan pemikiran yang disebutkan oleh sejarawan pada zaman Brahmana, Trimurti adalah tiga kekuatan Brahman yang terdiri dari :
1. Brahman, adalah Tuhan yang berfungsi sebagai pencipta alam, yang disebut dalam Bahasa sansekerta “Utpatti”
2. Wisnu, adalah Tuhan yang berfungsi sebagai pemelihara, yang disebut dalam Bahasa sansekerta “Sthiti”
3. Siwa, adalahTuhan yang berfungsisebagaipelebur/penghancur.
Gambar 1.1
http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/10/dewa-tertinggi-agama-hindu-trimurti.html
Secara luas, Hindu dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu : 1.kelompok Siva atau mereka yang memuja Dewa Siwa, 2.kelompok Brahma atau mereka yang memuja Dewa Brahma dan 3.kelompok Vaisnava atau mereka yang memuja Dewa Visnu. Hal ini didasari pada kitab weda kuno. Ketiganya ini Brahma, Visnu, dan Siva bersama-sama membentuk Tri Murti Hindu.[7]
Brahma menciptakan dunia, Visnu memeliharanya dan Siva memusnahkannya. Proses penciptaan (srsti), pemeliharaan (sthiti) dan pemusnahan (pralaya) selamanya berlanjut dalam aturan siklus. Bila dunia merupakan suatu mitos seperti pertanyaan dari beberapa bentuk ekstrim dari filsafat Advaita Vedanta, maka tak akan ada teologi sehingga permasalahan teologis juga tak akan ada. Tetapi, dunia ini menjadi suatu kenyataan pengalaman sehari-hari kita, yang tak dapat dijelaskan ataupun diabaikan begitu saja. Sekali kita menerimanya sebagai nyata – betapa pun derajat realitas yang kita nyatakan tentangnya, pertanyaan teologis tentang penciptaan dan sang penciptanya akan senantiasa harus dihadapi dan dijawab dengan jujur. Inilah yang telah diusahakan oleh berbagai kitab suci Hindu selam ini.
Tiga Devata Tri Murti berhubungan dengan tiga guna dalam pengaruh kosmis penciptaan, pemeliharaan dan pemusnahan. Visnu melambangkan sattvaguna, sebagai daya keberadaan dan pemeliharaan. Siva melambangkan sifat tamas, sebagai daya penyerapan. Brahma berdiri diantara keduanya ini dan melambangkan sifat rajas. Ia melambangkan kemampuan keberadaan yang berasal dari pertemuan yang saling berlawanan.[8]
Komentar
Posting Komentar